Kata Jhon Tabo : Gubernur Papua Jangan Seperti LSM dan Negara Harus Tegas

Mantan Bupati Tolikara, Jhon Tabo

Jayapura, Kawattimur – Pernyataan Gubernur Papua, Lukas Enembe beberapa hari lalu yang meminta kepada Presiden Jokowi agar menarik anggota TNI dan Polri dari Kabupaten Nduga, wilayah dibantainya pekerja PT. Istaka Karya oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB), ditanggapi serius oleh Mantan Bupati Tolikara, Jhon Tabo, Minggu 23 Desember 2018.

Sebagai salah satu tokoh masyarakat asal Pegunungan Tengah Papua, ia sangat menyayangkan pernyataan yang dilontarkan Gubernur Papua tersebut. Apalagi, pernyataan Lukas itu menurutnya sangat melenceng dari tugas dan fungsinya sebagai gubernur, yang adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 67 Undang-undang nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dimana bunyinya disebutkan, bahwa salah satu kewajiban gubernur yaitu memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Saya sangat menyayangkan pernyataan saudara Gubernur Lukas Enembe. Kok malah memerintahkan agar TNI dan Polri ditarik dari Nduga (?); Ini keliru. Ingat! Aparat kemanan datang ke sana bukan atas kemauan mereka, tetapi karena ada sebab dan akibat. Ada pembantaian terhadap pekerja yang mengabdikan diri untuk membangun tanah ini. Jadi seorang gubernur tidak bisa seenaknya mengatakan menarik aparat keamanan. Dia harus berpegang pada sumpah dan janjinya semenjak dilantik,” ungkap Jhon Tabo ketika diwawancarai sejumlah wartawan di Kota Jayapura, Minggu.

Dikatakan, bahwa TNI dan Polri mempunyai prosedur tetap (protap) dalam bekerja. Mereka sudah disumpah untuk melindungi, menjaga, mengayomi, dan membina rakyatnya, serta menjaga kedaulatan NKRI. Lanjutnya, Papua sebagai wilayah terluar yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat, haruslah didukung oleh pemerintah daerah sendiri demi kepentingan rakyatnya.

Menurut Jhon, gubernur selaku ketua Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopinda) semestinya terdepan dalam mengkoordinasikan sekaligus mensinergikan berbagai langkah dalam upaya pemulihan situasi, sejak terjadinya aksi pembantaian belasan pekerja Jalan Trans Papua di Bukit Kabo, Distrik Yigi, dan juga penyerangan Pos keamanan di Distrik Mbua, Nduga, yang berbuntut tewasnya seorang anggota TNI saat mengamankan 4 pekerja yang selamat dari aksi bengis itu.

“Dalam hal keamanan, gubernur mestinya berkoordinasi dengan Kapolda dan Pangdam. Membahas solusi terbaik dan langkah yang bijak. Bukan mempersalahkan negara dan pihak yang satu dengan lainnya. Jadi seorang gubernur tidak boleh berbicara seperti seorang LSM,” pungkasnya seraya menyarankan agar Lukas Enembe dapat lebih memahami tugas dan tupoksinya sebagai gubernur melalui UU Pemerintahan Daerah, dengan baik.

Dirinya pun meminta kepada Presiden Republik Indonesia agar mengambil sikap tegas terhadap para pelaku pembantaian belasan pekerja tersebut, serta mengungkap kemungkinan adanya dalang dibalik aksi itu. “Negara juga harus tegas kepada pemimpin yang bersifat seperti Serigala berbulu domba,”tandas John Tabo tanpa merinci lebih jauh.

Hal ini demi terciptanya Kamtibmas yang kondusif dan memberi kedamaian bagi seluruh masyarakat yang ada di Tanah Papua.

“Kejadian pembantaian pekerja di Nduga bukan kah itu pelanggaran HAM?. Itu nyata pembantaian di depan mata kita, dan kelompok yang berseberangan itu telah menyatakan bertanggung jawab. Ingat, pelanggaran HAM itu ketika terjadi pembunuhan tanpa kesalahan dan alasan yang jelas,” terangnya.

“Kadang kita bilang ini kecemburuan sosial. Tapi kita orang Papua keliru juga, ketika diberi pekerjaan tidak mau menjadi buruh. Kita selalu berteriak-teriak terus. Buat apa? Mari kita koreksi diri kita dengan baik. Pemerintah Pusat telah memberikan Otonomi Khusus yang luar biasa bagi Papua. Tetapi kita yang salah gunakan,” ujar Jhon Tabo sembari mengajak seluruh masyarakat dapat menahan diri.

Gubernur Terancam Dicopot Dari Jabatannya

Diketahui, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI mengingatkan agar Lukas Enembe dan Ketua DPR Papua, Yunus Wonda tidak membuat pernyataan yang tendensius dan mengada-ada, bahkan cenderung provokatif atas peristiwa di Nduga. Dimana dalam pernyataannya, meminta kepada Presiden RI, Panglima TNI dan Kapolri agar menarik mundur pasukan TNI/Polri dari Nduga.

Mereka beralasan kehadiran TNI/Polri di Nduga membuat warga setempat merasa ketakutan dan trauma. Alasan lainya, memberikan kesempatan bagi penduduk untuk merayaakan Natal dengan damai.

Terkait hal ini, Juru Bicara Kemendagri RI, Bahtiar menyatakan bahwa Gubernur Papua, Lukas Enembe telah melanggar Konstitusi dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sanksinya, gubernur bisa dicopot dari jabatannya.

“Dalam Pasal 78 ayat 2 dan Pasal 108 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sudah jelas bahwa Kepala Daerah dan anggota DPRD dapat diberhentikan karena melanggar sumpah janji, tidak menjalankan kewajiban, tidak menjaga etika penyelenggaraan negara, melakukan perbuatan tercela dan tidak patuh pada konstitusi dan UU negara,” tegasnya pada Sabtu lalu. (Ara)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *