Wamena (KT) – Sejumlah tokoh penting dan warga masyarakat yang ada di Kabupaten Jayawijaya menilai, pembatasan jaringan Internet di Seluruh Wilayah Papua sangat tidak pantas.
Justru, sikap kementerian komunikasi dan informatika memblokir sementara layanan data telekomunikasi atau internet di seluruh Papua dan Papua Barat dianggap telah mengabaikan Nilai Pancasila pada sila ke Lima.
Dikutip dari website resmi kementerian komunikasi dan informatika RI, pelaksana tugas Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu dalam siaran pers Nomor. 155/HM/KOMINFO/08/2019, Rabu 21 Agustus 2019 tentang pemblokiran layanan data di Papua dan Papua Barat menyebutkan, untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua dan sekitarnya, setelah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara layanan Data Telekomunikasi, mulai Rabu (21/8) hingga suasana Tanah Papua kembali kondusif dan normal.
Terkait hal diatas, pembatasan jaringan internet di Seluruh Wilayah Papua mendapat tanggapan serius dari beberap tokoh penting yang ada di Jayawijaya.
Theo Hesegem selaku aktivis HAM di wilayah pegunungan tengah menilai, hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia terhadap kebutuhan manusia dalam hal berkomunikasi.
Juga, secara tidak langsung menutup ruang demokrasi yang ada di Indonesia terutama bagi warga Negara Indonesia yang hidup di seluruh Tanah Papua.
Menurutnya, dengan rentetan kejadian yang terjadi di Tanah Papua, Theo menilai pembatasan internet bukan menjadi solusi, bahkan Theo menilai sikap yang dilakukan oleh Kominfo bisa diartikan bahwa Negara sedang takut mengenai masalah-masalah yang terjadi di Papua.
“Mungkin negara ini takut, apa yang terjadi di Papua ini semua berita terbongkar di luar negeri, sehingga dengan sengaja akses internet dimatikan,” kata Theo kepada wartawan di Wamena, Sabtu (24/8/2019).
Ditegaskan, upaya pembatasan jaringan internet di seluruh Wilayah Papua tidak mematikan pikiran orang Papua dan Non Papua yang hidup di Tanah Papua.
“Jangan lupa internet tahun ini, bulan ini mati tetapi pikiran orang Papua belum dikasih mati, logika pikiran orang Papua masih sehat, jadi mereka bisa sampaikan ke mana-mana,” katanya.
Sementara itu, Pastor Jhon Djonga selaku tokoh Agama menilai, ada kerugian besar bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh Negara melalui pembatasan jaringan internet dan telepon.
Diakui Pater Jhon, kejadaian ini akan berdampak besar terhadap protes masyarakat, dan juga akan kembali menuntut kompensasi akibat pemutusan jaringan Internet yang dilakukan Kominfo.
Dilain sisi, Linus Hiluka menilai, hal pemutusan jaringan internet oleh Kominfo merupakan bentuk ketidakmampuan negara ini dalam menyelesaikan persoalan Papua.
Salah satu tokoh perempuan juga, Dolia Ubruangge menilai hal ini sebagai tindakan karena negara sudah kehilangan akal untuk memadamkan isu di Papua dan hal itu bisa dikatakan tindakan anak kecil.(NP)












