Wamena (KT) – Lurah Wamena Kota, Leni Doga, S.IP menolak tegas dugaan yang disangkakan kepada dirinya yang dimuat oleh salah satu media online terkait dugaan keterlibatan Lurah Wamena Kota terlibat dalam kasus Mispo Gwijangge.
Menurut Leni Doga menjelaskan, kehadiran Lurah Wamena kota tentunya untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat yang ada dan hidup di Jayawijaya.
“Saya menolak tegas tetang dugaan kepada kami, karena kami hanya melaksankan tugas dan kami pelayan Publik,” kata Leni.
Jelas Leni Doga, secara administrasi dan sesuai dengan undang-undang, Kelurahan Wamena kota berhak mengeluarkan surat berdomisili bagi setiap Warga masyarakat yang hidup dan mendiami Wilayah Kabupaten Jayawijaya, termasuk warga masyarakat yang berstatus tersangka.
Diakui, selama bertahun-tahun di Wamena khususnya, Kelurahan Wamena kota mempunyai kewajiban untuk mengluarkan Surat Berdomisili, termasuk kepada warga yang berstatus tersangka dengan tujuan untuk mempermudah kerja kepolisian.
“Kami selama ini bekerjasama dengan bagian penyidik kepolisian untuk menyediakan surat keterangan domisili tempat tinggal ketika, para penyidik kesulitan mendapatkan KTP dan Kartu Keluarga dari warga yang berstatus tersangka,” kata Leni.
Jelas Leni, bukanlah rana atau tugas kerja dari Kelurahan untuk menanyakan pihak kepolisian terkait warga yang berstatus tersangka.
Karena sebelum dibawa kepihak kelurahan Wamena kota, tentunya sudah ada pertanyaan yang ditanyakan oleh pihak kepolisian kepada warga yang berstatus tersangka.
Leni menegaskan, Kelurahan Wamena kota hanya mengeluarkan surat untuk melengkapi proses administrasi tersangka, tidak ada unsur lain dibalik penerbitan surat dari Mispo Gwijangge.
“Sudah seharusnya kami melaksanakan tugas kami, dan alamat Mispo ada di Megapura, jadi saya merasa bisa terbitkan surat ini karena Megapura ada di Wilayah Jayawijaya dan dari pihak kepolisian bahwa Mispo tinggal di Megapura,” ungkap Leni.
Sementara itu, Kapolres Jayawijaya melalui Kasat Reskrim Polres Jayawijaya AKP Suheriadi menjelaskan, dalam proses penegakan hukum ada tahapannya, mulai dari Penyidikan penuntutan sampai dengan persidangan di Pengadilan.
Sedangkan untuk Kasus Mispo Gwijangge sendiri sudah sampai pada proses sidang pengadilan yang dilaksankan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah memasuki pada sidang yang ke tiga, dengan tahapan pembacaan dakwaan, pembacaan keberatan dari Penasehat Hukum (PH) ataupun terdakwa, dan yang ketiga sudah pada tahapan pembacaan jawaban keberatan dari Jaksa Penuntuk Umum (JPU) dan yang keempat adalah pembacaan pengajuan permohonan dari PH kepada Majelis Hakim.
Menurut Kasat Reskrim, supaya kita semua bisa meghargai proses hukum agar tidak maju mundur, silahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan usia, dan materi perbuatan dapat dibuktikan di ruang sidang.
“Karena saat ini yang paling berwenang itu majelis Hakim untuk menguji secara formil maupun pembuktian tentang materi perbuatan Mispo sendiri,” kata Kasat Reskrim Polres Jayawijaya.
Diakui, Kepolisian sudah tidak berhak menginterfensi proses dan jalannya persidangan, karena saat ini sudah menjadi hak Majelis Hakim, sehingga apapun yang ingin dibuktikan dapat dibuktikan di depan Majelis hakim dengan membawa segala bukti.
Jelas Kasat Reskrim, hal-hal yang berkaitan dengan biodata Mispo tidak layak untuk diperdebatkan lagi, karena masanya sudah lewat beberapa tahapan.
Kata Kasat Reskrim, sebelum peradilan ada yang namanya praperadilan yang mana segala sesuatu yang dianggap janggal dalam proses penyidikan dalam digugat pada saat praperadilan, namun dalam Kasus Mispo tidak pernah disinggung baik itu dari tahapan penyidikan, sampai ke kejaksaan dan kita limpahkan dan membuat surat dakwaan sebelum dilimpahkan ke pengadilan.(NP)