Yalimo (KT) – Sebuah insiden rasisme yang terjadi di SMU Negeri 1 Elelim, Kabupaten Yalimo, memicu reaksi keras dari tokoh adat dan masyarakat setempat. Ujaran rasisme, seperti kata “monyet”, yang dilontarkan kepada siswa Papua dianggap sebagai penghinaan terhadap martabat kemanusiaan dan merusak nilai-nilai kebhinekaan.
Yanes Alitnoe, seorang tokoh masyarakat Yalimo, mengecam tindakan tersebut dan menegaskan bahwa rasisme tidak dapat ditoleransi.
“Ujaran seperti itu tidak hanya menyakitkan, tetapi juga melanggengkan diskriminasi rasial yang harus dihentikan,” tegasnya.
Insiden ini tidak hanya meninggalkan luka psikologis, tetapi juga memicu gangguan keamanan di Elelim, di mana beberapa kios dan rumah dilaporkan terbakar. Meskipun demikian, Yanes sangat menyesalkan respons kekerasan ini. Ia mengingatkan bahwa kekerasan hanya akan memperkeruh situasi dan menambah penderitaan.
Seruan untuk Perdamaian dan Penyelesaian Konflik
Senada dengan Yanes, Musa Yare, Kepala Suku Yali, meminta masyarakat untuk tidak memperluas konflik ini. Ia secara khusus meminta agar insiden ini tidak dibawa keluar dari Yalimo, terutama ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
“Peristiwa ini cukup sampai di sini. Jangan diperluas, jangan diperpanjang. Mari kita jaga Yalimo bersama,” seru Musa.
Ia mengajak seluruh pihak, termasuk aparat keamanan, tokoh agama, dan pemerintah daerah, untuk bekerja sama menyelesaikan masalah melalui jalur adat dan mediasi.
Yanes Alitnoe menambahkan seruannya, mengajak semua masyarakat Yalimo—baik pendatang maupun penduduk asli—untuk membangun ruang hidup bersama yang saling menghargai dan menolak ujaran kebencian.
“Papua adalah tanah damai. Segala tindakan yang merusak kebersamaan dan merendahkan martabat manusia harus dihentikan demi masa depan generasi muda,” pungkasnya. (AM)