JAKARTA, Kawattimur – Satu persatu fakta terkait insiden Borobudur antara pejabat Pemerintah Provinsi Papua dan KPK mulai terkuak. Tim Kuasa Hukum Provinsi Papua, Roy Rening menegaskan semua komisioner KPK harus mundur jika terbukti KPK menghilangkan barang bukti berupa percakapan whats up dalam groub Burbar (Buruan Baru) sebagaimana isi ponsel penyidik KPK Muhammad Gilang Wicaksono.
“5 Anggota KPK ini harus mundur kalau ternyata terbukti KPK hilangkan barang bukti itu. Ingat semua percakapan dalam Groub WA Burbar di baca oleh semua orang yang ada pada malam itu,” kata Roy Rening, Rabu (13/2/2019).
Roy Rening meminta komunikasi dalam whats up groub tersebut itu harus di audit forensik, pasalnya isi percakapan groub whatsup tersebut tiba-tiba hilang saat akan di buka di Polda Metro Jaya pasca kedua pegawai KPK di hantar Pejabat Papua ke Polda Metro Jaya malam itu.
“ Kita minta itu, KPK harus buka isi percakapannya. Masa setelah sampai di Polisi ponsel si pegawai ini langsung terformat ke pengaturan awal. Ini kan aneh?? Ada hal apa? Kok tiba-tiba semua isi ponsel berubah? Apa sebenarnya yang di sembunyikan?,”kata Roy
Intinya kata Roy, KPK harus segera menyerahkan dan menguak secara terbuka semua isi whatsup yang terjadi pada malam insiden itu. Target OTT by design KPK terhadap tas yang dipegang Kabid Anggaran BPKAD Papua dalam percakapan di groub whatsup itu mengisyaratkan berisi uang. Sementara kenyataan yang terjadi, setelah tas di buka isinya hanyalah dokumen dan itu di perlihatkan kepada Penyidik KPK itu.
“ Tas itu dibuka dan diperlihatkan kepada si KPK ini, mana uangnya? OTT itu kan barang buktinya uang, sekarang tidak ada uang maka KPK salah melakukan OTT, dan semua pimpinan KPK yang terlibat mendesign ini harus mundur, tidak mau tau mereka harus mundur,” tegas Roy
Cara KPK mendesign OTT pada malam insiden tersebut, sebut Roy merupakan cara biadap dan tidak bermartabat. Apalagi dengan sejumlah pemberitaan terkait dengan penanganan sejumlah kasus korupsi di Papua.
“ Itu gertakan KPK, diumumkan besar-besar ternyata urusannya di satu wilayah saja, saya cuma bilang Lukas Enembe tidak mungkin di tangkap kalau bukan OTT, makanya design OTT itulah yang mereka lakukan. sebab kalau bukan OTT, tidak akan dapat. Lukas Enembe tidak pernah urus proyek,” tegasnya.
Roy kembali menegaskan soal dugaan Penganiayaan terhadap pegawainya, hanya perkara kecil. Sebenarnya yang harus di kuak dalam persoalan ini adalah penyebab dari kejadian itu. KPK harus memberikan pernyataan selengkap-lengkapnya kepada publik apa sebenarnya yang terjadi.
“ Yang pokok dari masalah ini adalah skenario OTT mereka itulah yang harus diselesaikan, karena itu menyangkut konsekwensi jabatan penyalah gunaan wewenang oleh pejabat KPK terhadap Gubernur Papua,” tegasnya.
Terkait dengan pengaduannya kepada DPR RI, menurut Roy, DPR RI memiliki kewenangan dalam hal mengevaluasi eksistensi dan keberadaan KPK, termasuk UU KPK. Kinerja KPK perlu diawasi, sebab jika dalam kinerjanya ditemukan ada pelanggaran HAM ataupun penyalahgunaan wewenang dan kekuasaaan sebagaimana yang dialami Gubernur Papua saat ini, maka DPR sebagai lembaga politik juga harus bertindak.
“ Ya apakah dibuat pansus untuk mempertanggung jawabkan itu, karena ada pihak yang di rugikan dalam hal ini, dan DPR sebagai lembaga politik yang mengawasi mereka. KPK ini kalau tidak suka orang ya mereka bikin cara skenario begini,” tegasnya.
Soal 3 alat bukti yang akan diserahkan kepada Mabes Polri, kata Roy, pihaknya akan menyerahkan berupa Tas Ransel hitam yang dituding KPK berisi uang, Undangan Rapat di Hotel Borobudur beserta risalah rapatnya. Artinya pertemuan yang dilakukan legal, dan kita mau katakan bahwa tas ransel bidikan OTT KPK itu adalah barang bukti. (TA)