Sudah 4,5 tahun difitnah, akan saya lawan mulai sekarang. Kata Presiden kita. Pertanyaannya bagaimana melawan fitnah itu.
Oleh : Abdul Munib Tokoh Pers Papua
Pertama fitnah adalah menisbatkan predikasi kepada satu subjek secara tidak benar. Menjugedmen sesuatu yang benar jadi salah, yang salah jadi benar. Menetapkan yang ada jadi tiada, yang tiada jadi ada.
Dalam pertarungan politik segala cara dipakai untuk merebut kekuasaan. Untuk melawan Jokowi dengan konsep dan hasil kerja tidak mungkin bagi kubu Prabowo. Satu-satunya jurus yang paling memungkinkan dijalankan adalah menyerang pribadi dan rezim Jokowi dengan
fitnah, hoaks dan pembunuhan karakter.
Segala jenis anak panah fitnah disiapkan. Isyu Jokowi PKI, Jokowi mengkriminalisasi ulama, tukang ngibul, Jokowi pencitraan dan lain-lain. Kegaduhan seperti ini tidak jauh beda dengan Pilpres 2014 lalu. Bedanya sekarang Jokowi petahana, kemungkinan peluang menang pihak lawannya makin kecil dari Pilpres lalu. Barang yang sama dijual diwaktu yang berbeda. Sikap pembeli tidak terlalu banyak perubahan.
Cebong ke Jokowi. Kampret ke Prabowo. Dua itu saja. Swingpoter itu sawah ladangnya lembaga survei, tidak boleh diganggu gugat. Kalau tidak ada swingpoter jualan jasa survei tidak laku. Yang nyata adalah swing KFC, bagi yang tidak suka paha.
Kalau survei Prabowo jeblok, begini kata kampret : jangan percaya pada survey, hukumnya musyrik. Percaya mah pada Alloh sajah. Kalau survey Jokowi turun, begini kata cebong : Pemred Kompas baru diganti, jarum kompas sedikit ada gangguan. Suaminya dikubu sebelah.
Survey itu ilmu. Ahli survey seperti Denny JA, Mujani, Qadari adalah para ulama survey. Survei sebagai ilmu, dia memiliki keterhormatan akademika. Survey sebagai jasa adalah komoditas dagangan. Para pelakunya bakul survei.
Litbang Kompas berhenti saja buat survei. Karena ia bisa merugikan newsroom Kompas sebagai brand produk pers nasional. Mau jujur salah, mau melacur juga salah. Jadi serba salah. Biar Dilan yang memenanggung beratnya rindu. Biar lembaga survei yang menanggung resiko integritas ilmu dan jualan. Biar kampret yang menanggung kejang-kejang. Biar cebong yang menangggung tumpukan utang militan. Biar Banser yang menanggung utang seragam. Kalian berat, tak akan sanggup menanggung ini semua.
Jadi, disini fitnah berasal dari siasat perang. Dan ini bukan berlaku baru sekarang dan terhadap pribadi Jokowi Bakake Kaesang.
Ini konsekwensi kita sebagai bangsa merdeka menghadapi realitas perang asimetris. Musuh-musuh ideologis. Dan perang kebudayaan yang masif, dimana Daklan bertransformasi jadi Dilan. Joko jadi Jack. Turman jadi Trump.
Medannya ada pada benak. Psikologi sampai cuci otak, pabrik rinso dan sabun. Pak Dhe harus merancang perang puputan. Senjatanya adalah waras. Awak waras. Otak watas. Dan itu peperangan para filsuf Pancasila. Dilan tak akan kuat menanggung ini. Siapkan Pak Dhe, pasukan ini sebanyak mungkin dan sebaik mungkin. Tak ada waktu lagi, kapan kita lawan. Kalau kita melawan pakai cara mereka, kita sudah kalah karena mereka telah berhasil menularkan ideologinya fitnah.