Proses Tidak Transparan dan Demokratis, 11 Pemilik Suara Konferensi Provinsi PWI Papua Tengah Walk Out dan Tolak Hasil

Proses Tidak Transparan dan Demokratis, 11 Pemilik Suara Konferensi Provinsi PWI Papua Tengah Walk Out dan Tolak Hasil

Nabire, (KT)-Proses pelaksanaan Konfrensi Provinsi Papua Tengah berlangsung tidak terbuka sejak masa pendaftaran bakal calon hingga proses konferensi Provinsi yang berlangsung 19 April di Hotel Mahavira Nabire Papua Tengah membuat 11 pemilik suara asal Timika Walk out alias meninggalkan lokasi sidang saat pleno berlangsung.

Proses Tidak Transparan dan Demokratis, 11 Pemilik Suara Konferensi Provinsi PWI Papua Tengah Walk Out dan Tolak Hasil

Proses konferensi ditengarai curang dan mengesampingkan aturan organisasi untuk kepentingan menguntungkan salah satu calon.
Selain walk out 11 pemilik Karti Tabda Anggota PWI Papua juga menolak hasil Konprov yang menghasilkan ketua dengan jalan tidak sesuai aturan organisasi dan tidak demokratis.

Pemilihan ketua secara aklamasi dipaksakan padahal 11 suara audah walk out meninggalkan lokasi Konprov.

Proses sejak awal penjaringan bakal calon Ketua PWI Papua Tengah sudah terlihat terkesan curang karena tidak transparan. Dimana, tidak dilakukan terbuka dengan memberitahukan kepada pemilik suara Konprov. Bahkan undangan Konprov kepada pemilik suara hanya dilakukan 2 hari sebelum pelaksanaan, sehingga tidak ada persiapan para pemilik suara.

15 pemilik suara yang berhak memilih ada yang bekerja sebagai ASN atas nama Agus Fakaubun. Kabag Hukum Pemkab Intan Jaya. Ada juga peserta sidang Pengurus PWI Pusat atas nama Abrul Munib menjabat sebagai sekum partai politik Provinsi Papua Tengah.

“Kami menyayangkan Konprov PWI Papua Tengah tidak demokratis karena eilaksanakan tidak terbuka atau transparan,” ungkap salah satu pemilik suara asal Timika yang nama enggan dibeberkan.

Utusan PWI Pusat yang hadir saat Konferprov juga terkesan memaksakan proses pemilihan ketua secara aklamasi karena calon tinggul sesuai keinginan mereka yang bersekongkol.

“Mestinya sebagai salah satu pilar semokrasi, cara-cara tang ditempuh PWI dalam menggelar Konprov haris demokratis untuk menjadi sebuah contoh bagi masyarakat,”pungkasnya.

Mestinya dalam proses pemilihan, harus transparansi dan partisipasi adil, dimana setiap anggota yang dipilih atau memilih harus dihargai hak suaranya, bukan memaksakan mekanisme aklamasi secara mendadak.

Dan yang lebih miris, utusan PWI Pusat yang seharusnya memberikan contoh yang baik, malah mengklaim bahwa semuanya telah berjalan sesuai aturan yang ada.
Dan oknum utusan PWI Pusat secara lantang mengatakan sekalipun DPT Mimika walk out, namun aklamasi tetap sah padahal tidak memenuhi quorum.
Ini menimbulkan pertanyaan, konprov berjalan tidak transparan dan tidak punya integritas. Ini bisa memicu perpecahan di PWI.

“Diharapkan PWI Pusat menggelar investigasi, bila tidak sesuai aturan organisasi, pemilihan ketua secara aklamasi harus sibatalkan,” ujarnya.

Situasi ini tentu jadi sorotan khusus mengingat proses pemilihan ketua PWI di provinsi lain di Indonesia berlangsung tanpa insiden serupa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *