NABIRE, (KT)– Anggota DPR Papua Tengah, John NR Gobai, mendesak penghentian konflik bersenjata di Provinsi Papua Tengah. Ia menekankan pentingnya kehadiran negara melalui pembangunan yang nyata, alih-alih terus-menerus terjebak dalam siklus kekerasan. Konflik yang terjadi di beberapa kabupaten seperti Puncak Jaya, Puncak, Intan Jaya, dan Dogiyai telah mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda, dan pengungsian warga.
Menurut Gobai, Papua Tengah sebagai provinsi otonomi baru membutuhkan kondisi yang aman agar pembangunan dapat berjalan maksimal. “Pembangunan di segala bidang tidak akan bisa dilakukan bila masih terjadi saling tembak-menembak. Sudah waktunya dievaluasi dan dihentikan,” tegasnya.
Asal-usul Konflik di Intan Jaya
Gobai menyoroti konflik di Intan Jaya yang telah berlangsung sejak pertengahan 2019. Konflik ini, yang mulanya dipicu oleh penembakan dua orang tukang ojek non-Papua, kini telah melibatkan penggunaan senjata api. “Konflik ini bukan lagi menggunakan panah dan parang seperti dulu, tetapi sudah menggunakan senjata,” ujar Gobai.
Ia juga menyinggung adanya isu Blok Wabu yang menjadi salah satu faktor eskalasi konflik. Gobai menegaskan bahwa masyarakat Intan Jaya secara tegas telah menolak rencana penambangan tersebut. Penolakan ini bahkan telah disampaikan dalam audiensi dengan Komisi VII DPR RI dan juga kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia. “Kalau konflik karena Blok Wabu, pemilik tanah sudah menolak. Tidak perlu ada konflik dan pemerintah tidak perlu mewacanakan hal tersebut,” tambahnya.
Permasalahan Pasukan dan Senjata
Gobai juga mempertanyakan sumber senjata dan peluru yang digunakan oleh kelompok Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM). “Dari mana TPN/OPM mendapat peluru dan senjata? Karena kami ketahui di wilayah ini tidak ada pabrik senjata maupun peluru,” katanya.
Ia menduga adanya oknum yang sengaja menciptakan konflik demi kepentingan pribadi, seperti kenaikan pangkat atau jabatan, melalui jual-beli senjata dan peluru. Gobai meminta praktik ini dihentikan agar tidak melestarikan siklus kekerasan. “Janganlah kita sengaja menciptakan konflik,” pesannya.
Masyarakat Inginkan Perdamaian, Bukan Kekerasan
Masyarakat di kampung-kampung merasa tidak nyaman dengan situasi yang ada. Menurut Gobai, mereka tidak ingin kampungnya menjadi medan pertempuran. Ia meminta agar baku tembak tidak dilakukan di tengah-tengah pemukiman penduduk, yang dapat menyebabkan trauma bagi masyarakat sipil.
“Tingkatkan cara-cara perjuangan yang lebih dialogis melalui lobi-lobi dan diplomasi agar lebih nyaman,” saran Gobai.
Tarik Pasukan Non-Organik dan Peran Pemerintah Daerah
Gobai juga menyoroti kehadiran pasukan non-organik yang seringkali menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Ia berharap agar pasukan non-organik ditarik dari Tanah Papua dan penanganan keamanan diserahkan kepada aparat keamanan organik yang lebih memahami kondisi lokal.
Pada akhirnya, ia menekankan bahwa Pemerintah Daerah harus mengambil peran utama dengan mengedepankan pendekatan pembangunan. “Pemda melalui program-programnya diharapkan dapat merangkul semua kelompok masyarakat agar mereka merasa bahagia di kampungnya,” tutup Gobai. Ia juga berharap agar aparat pemerintah dari Orang Asli Papua (OAP) dilibatkan sebanyak-banyaknya dalam pemerintahan dan pembangunan.