Kayu dari Papua di Tahan di Makassar, Kelalaian Siapa?

Oleh : JOHN NR GOBA
Anggota DPR Papua/Tokoh Adat Merauke

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera menerbitkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) agar Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan (IUPK) Masyarakat Hukum Adat (MHA) dapat dikeluarkan, sehingga masyarakat adat bisa mengelola hutannya.

Dengan begitu kayu-kayu milik adat bisa mendapatkan perijinan, karena menurut penjelasan dari Dinas Kehutanan Provinsi seperti itu.

Hutan Adat dua sudut pandang yang kedua MRP, DPRP dan Gubernur harus bisa sepakat agar segera mungkin membahas dan mengesahkan Raperdasus masyarakat adat, karena di dalam Raperdasus masyarakat adat itu, sudah mengatur satu bagian yaitu tentang hutan adat, masyarakat adat berhak mengelola hutannya, dan hutan yang dimaksud adalah hutan adat, karena putusan MK jelas bahwa hutan adat adalah bukan hutan negara.

Jadi sebenarnya Bab itu kita masukan dalam rangka implementasi dari putusan MK Nomor  35 tahun 2012. Nah itu solusinya supaya kayu-kayu milik masyarakat adat tidak menjadi incaran aparat penegak hukum dan tidak lagi disebut kayu-kayu ilegal. Jadi mungkin itu solusinya.

Namun bagian penting yang harus disepakati terkait dengan hutan adat itu misalnya perbedaan pandangan masyarakat adat Papua yang menilai berhak atas hutannya, artinya hutan yang ada didalam wilayah adat adalah hutan adat harus dapat dikelola, diusahakan dan dijual oleh masyarakat adat karena itu adalah hak mereka karena mereka adalah pemilik atas tanah dan hutan tersebut sementara prespektif Jakarta untuk mendapat menjadi hutan yang disebut hutan adat maka ada tahapan-tahapannya.

Tahapan yang dimana ada identifikasi masyarakat adat dan lain-lain sesuai dengan Permendagri nomor 52 tahun 2014, tentang pedoman pengakuan masyarakat hukum adat.ini yang agak sulit ditrima oleh masyarakat adat Papua dan tentunya bertentangan dengan realita di Papua dan tentunya bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 18B ayat 1 dan 2 dan UU No 21 Tahun 2001.

Oleh karena itu, kami berharap, pihak Jakarta juga harus bisa memahami konteks lokal Papua. Artinya apa yang ada menjadi pemahaman-pemahaman lokal atau adat di Papua itu haruslah dapat jujur diakui oleh jakarta dan dapat diakomodir didalam sebuah regulasi.

Kayu yang ditahan
Dalam Pertemuan dengan masyarakat hari ini kamis, 17 Januari 2019, di Ktr DPR Papua, kami juga mendapat informasi bahwa kayu yang ditahan di Makasar dan Surabaya adalah asal kayunya berasal dari kayu masyarakat adat yang dikerjakan oleh masyarakat adat, dengan memahami Putusan MK 35/2012 dalam konteks Papua dan karena menunggu NSPK yang sdh 7 tahun belum diterbitkan oleh KLHK, ini berarti kayu menjadi ilegal karena kelambatan KLHK mengeluarkan NSPK, jika kayu mereka disebut Ilegal maka saya khawatir mereka kemudian merasa dianggap WNI Ilegal, ini yang dapat memunculkan semangat disintegrasi bangsa.

Ini adalah kondisi yang harus bisa dipecahkan secara bijaksana tanpa harus disebut ilegal, Pemerintah juga harus jujur bahwa mereka juga menjadi Penyebab karena belum membuat NSPK dan belum memberikan pembinaan kpd masyarakat adat Papua, Pemerintah lebh pro kepada HPH ketimbang masyarakat, sehingga ini ada ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat adat.

Solusi
Jangan sebut kayu masyarakat ilegal karena mereka ambil kayu dari tanah adatnya, jangan sebut kayu ilegal karena mereka yang berusaha adalah WNI bukan WNI Ilegal, karena Pemerintah Pusat juga selama 7 tahun blm mengeluarkan NSPK utk Kayu masyarakat adat papua maka itu harus dapat diakui oleh Pemerintah dan harus tidak menahan kayu Papua di Makasar dan Surabaya serta KLHK harus dapat segera mengeluarkan NSPK bagi Kayu Masyarakat Adat Papua.**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *