Opini  

Urgensi Penguatan Kelembagaan Adat di Papua Tengah

Oleh John NR Gobai (Anggota DPR Papua Tengah)

John Gobay
John Gobay

Pengantar: Komitmen Melindungi Hak Masyarakat Adat
Selama lebih dari sepuluh tahun mengabdi sebagai pimpinan Dewan Adat di tingkat kabupaten dan provinsi, saya menyadari bahwa pemerintah membutuhkan mitra yang kuat dan terstruktur untuk mengurus persoalan adat. Kemitraan ini tidak bisa hanya sebatas forum seremonial, melainkan harus memiliki posisi yang jelas dalam struktur pemerintahan.
Ketika saya berkarier di legislatif, komitmen ini terus saya pegang. Saya berupaya mendorong lahirnya regulasi yang secara tegas mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat adat. Tanpa payung hukum yang kuat, masyarakat adat akan terus berada dalam posisi rentan, sulit mengakses program pemerintah, kekurangan anggaran, dan kehilangan daya tawar dalam proses pembangunan.

Mewujudkan Perlindungan Adat di DPR Papua Tengah (DPRPT)
DPR Papua Tengah saat ini sedang menginisiasi Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasi) tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Inisiatif ini berlandaskan pada Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 serta Undang-Undang Otonomi Khusus Papua (UU No. 21 Tahun 2001, yang diperbarui dengan UU No. 2 Tahun 2021). Intinya, negara tidak hanya “mengakui,” tetapi juga wajib “melindungi dan memberdayakan” masyarakat adat.
Namun, regulasi saja tidak cukup. Dibutuhkan perangkat pelaksana yang efektif. Di sinilah urgensi pembentukan sebuah komisi atau badan khusus urusan masyarakat adat di dalam Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Tanpa struktur yang jelas, Raperdasi ini hanya akan menjadi dokumen tanpa kekuatan hukum yang mengikat.

Usulan Poksus DPRPT: Memperkuat Perangkat Daerah
Dalam pembahasan Raperdasi tentang Perangkat Daerah Provinsi, Kelompok Kerja Khusus (Pokus) DPR Papua Tengah telah mengusulkan tambahan OPD yang secara spesifik menangani perlindungan dan pemberdayaan Orang Asli Papua (OAP). Struktur ini tidak sekadar menambahkan dinas atau badan umum, tetapi juga mencakup pembentukan komisi-komisi tematik:
* Komisi Hukum Ad Hoc
* Komisi Masyarakat Adat
* Komisi Lingkungan
* Komisi AIDS

Dengan pola ini, Gubernur Papua Tengah akan memiliki instrumen legal untuk menjalankan mandat perlindungan masyarakat adat. Komisi Masyarakat Adat yang berada di bawah OPD akan berfungsi sebagai pengawal implementasi Raperdasi, penghubung antara masyarakat adat dan pemerintah, serta ruang strategis untuk merumuskan program pemberdayaan yang berbasis pada kearifan lokal.

Belajar dari Pengalaman Provinsi Papua
Provinsi Papua telah lebih dulu mengambil langkah ini. Peraturan Daerah Khusus (Perdasi) Papua No. 17 Tahun 2023 tentang Perangkat Daerah mengatur perubahan nomenklatur Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung menjadi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan Masyarakat Adat. Perdasi tersebut juga menempatkan Komisi Masyarakat Adat sebagai bagian integral dari perangkat daerah.

Pengalaman ini seharusnya menjadi cermin bagi kita di Papua Tengah. Sebagai provinsi baru, kita memiliki kesempatan untuk menata ulang kelembagaan agar lebih baik. Tidak ada alasan untuk mengulangi kesalahan lama dengan membiarkan masyarakat adat hanya menjadi jargon politik tanpa ruang operasional yang jelas.

Penutup: Mendorong Hadirnya Negara dalam Kebijakan Adat
Saya mendorong agar nomenklatur Dinas PMK di Papua Tengah diubah menjadi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan Masyarakat Adat Papua Tengah. Di dalamnya, harus dibentuk Komisi Masyarakat Adat yang memiliki kedudukan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas.

Dengan langkah ini, negara hadir tidak hanya dalam bentuk pengakuan simbolis, tetapi juga melalui perangkat nyata yang memastikan hak-hak masyarakat adat terjamin dan tidak lagi menjadi catatan pinggir dalam pembangunan.
Apa tanggapan Anda tentang usulan ini?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *