JAYAPURA (KT) – Gubernur Papua, Lukas Enembe mendukung sikap Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR Papua, yang menolak revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua, jika hanya di konsentrasikan pada pokok pemekaran wilayah dan keuangan.
Melalui Juru Bicara, Muhammad Rifay Darus, Gubernur Lukas Enembe berpendapat, ada banyak persoalan lain seperti kewenangan, kebijakan, keuangan, kelembagaan serta Politik, Hukum dan HAM yang perlu evaluasi sehingga Otsus akan menjadi berkah bagi Orang Papua.
“Jadi, marwah dari kata ‘khusus’ yang diberikan kepada Provinsi Papua tersebut akan senantiasa menjadi berkah bagi Rakyat Papua,” kata Rifai Darus.
Melalui keterangan tertulisnya, Rifay Darus mengatakab dukungan Gubenur Papua tersebut disampaikan setelah mendengar penjelasan dari FPD DPR Papua saat pertemuan di Jakarta, Kamis (29/04/2021).
Dalam pertemuan itu, FPD DPR Papua secara tegas menyampaikan menolak jika pemerintah pusat dan DPR-RI hanya menfokuskan pada dua pasal terkait dengan pemekaran wilayah dan dana.
Meski demikian, lanjut Rifay Darus, jikapun Revisi UU Otsus ini tetap dilakukan, FPD DPR Papua memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Pusat dan DPR RI untuk fokus terhadap lima hal penting.
“Jadi garis besarnya, jikapun akan dilakukan Revisi ada 5 pokok pikiran dari FPD DPR Papua yang diharapkan dapat ditindak lanjuti saat proses itu berjalan,” jelasnya.
Adapun hal pokok tersebut terkait dengan kewenangan, keuangan, kebijakan, kelembagaan, Politik Hukum dan HAM.
Dijelaskan, menyangkut kewenangan, FPD DPRP meminta dalam rencana revisi UU Otsus Papua, dapat memberikan garis tebal mengenai pembagian kewenangan pusat dan daerah.
“Artinya kewenangan khusus yang diberikan oleh UU Otsus Papua di kemudian hari, lebih jelas secara prinsip dan hal tersebut merupakan bentuk penegasan bahwa sistem pemerintahan NKRI menurut UUD 1945 memang mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus,” katanya.
Menyangkut kebijakan, lanjutnya, FPD DPRP ingin kembali menekankan, bahwa Pemerintah Pusat juga dapat mendukung dan berkolaborasi dalam setiap kebijakan khusus oleh Pemerintah Daerah Papua.
Selain itu, hubungan timbal balik juga akan dilakukan serupa oleh seluruh elemen pemerintahan di Provinsi Papua untuk mendukung dan berkolaborasi setiap kebijakan umum dari Pemerintah Pusat.
“Namun, catatan penting yang harus digarisbawahi ialah agar seluruh kebijakan pusat maupun daerah tidak berlangsung tumpang tindih,” jelasnya.
Sementara terkait dengan Keuangan, dimana dalam Pasal 34 UU Otsus Papua, telah mengatur secara rigid soal keuangan telah baik adanya. Namun, tidak bisa dipungkiri dalam hal keuangan perdebatan dan ragam argumentasi kerap mewarnai sejumlah pasal krusial.
Ia mencontohkan Pasal 34 ayat (3) huruf C yang mengatur tentang Dana Alokasi Khusus. Kata Rifay, jika memang Pemerintah Pusat memiliki keinginan untuk melakukan sejumlah perubahan, maka pedoman yang dipakai tetap melalui UU Otsus Papua sebagaimana Pasal 77 yang menyatakan bahwa usul perubahan atas UU Otsus Papua dapat diajukan oleh rakyat Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah.
Dalam hal kelembagaan, lanjutnya, perkembangan di Papua sangat dipengaruhi oleh kualitas dan daya setiap lembaga pemerintahan di dalamnya.
“Untuk lembaga-lembaga seperti Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) perlu diperkuat dan diberdayakan lebih baik lagi,” katanya.
kelembagaan juga harus disesuaikan dengan kewenangan dan kebijakan yang dirumuskan sehingga memiliki korelasi yang erat dalam implementasinya.
Dipoint terakhir, menyangkut Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia, menurutnya merupakan persoalan klasik yang memang tidak kunjung usai. Rentetan peristiwa di bumi Papua yang memakan banyak nyawa oleh akibat pendekatan keamanan yang begitu agresif.
“Kami mendesak agar revisi UU Otsus Papua juga menyediakan jalan keluar atas persoalan ini, bahwa penghormatan terhadap hak sipil dan politik, penghormatan terhadap hukum serta penghormatan terhadap HAM tidak hanya menjadi kalimat formalitas belaka namun harus ditegakkan dan dijalankan secara adil oleh Pemerintah Pusat,” tutupnya. (TA)