Jayapura,Kawattimur – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Tata Ruang Papua (KMSTRP) mendesak Gubernur Papua, Lukas Enembe untuk segera menerbitkan kebijakan penundaan izin baru pertambangan, perkebunan sawit dan kehutanan dalam bentuk Instruksi Gubernur dengan masa berlaku minimal 3 tahun.
Hal ini berdasarkan hasil kajian serta temuan KMSTRP terkait adanya tumpang tindih izin di Kawasan Lindung terkait pengelolaan ketiga bidang tersebut.
Diketahui, KMSTRP adalah koalisi gerakan masyarakat sipil yang menghendaki lahirnya sistem pengelolaan kawan hutan, tambang, dan sawit secara seimbang dan berkelanjutan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Bidang Litigasi, Tedi Wakum dalam keterangan pers di Abepura, mengungkapkan, terdapat tujuh penyebab timbulnya konflik horizontal di masyarakat Papua selama ini yang disebabkan oleh negara dalam menerapkan Undang-undang terkait tiga hal tersebut. Antaralain; terjadinya tumpang tindih izin di Kawasan Hutan, baik hutan lindung maupun hutan adat, tumpang tindih izin antar Konsesi, izin tidak mematuhi peraturan perundang-undangan, timbulnya potensi kerugian negara, rendahnya pendapatan daerah, buruknya transparansi izin, dan terakhir maraknya Konflik Tenurial (hutan dan lahan) akibat ketidakpastian status hukum kepemilikan lahan.
“Ini menunjukkan bahwa selama ini banyak izin pertambangan, perkebunan sawit, dan kehutanan yang bermasalah. Pemerintah secara mudah memberikan izin, tanpa meninjau dan merangkai lebih dalam terkait status lahan dan kepentingan pengusaha. Bahkan dalam menjalankan prosedurnya tidak memenuhi kewajibannya kepada negara, hingga berbuntut konflik dan kerugian negara,” beber Tedi yang didampingi rekannya Mulfizar Syarif selaku Program Manager Advokasi LBH Papua kepada sejumlah awak media, Jumat 18 Januari 2019.
Medorong proteksi kawasan lindung akan kehadiran korporasi, Program Officer Advokasi Yayasan KIPRa Papua, Andi Astriyaamiati, SH memastikan jika KMSTRP telah mempresentasikan hasil temuannya kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua.
Astrid nama sapaannya ini mengindikasikan, bahwa ada izin usaha pertambangan yang tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari 82 izin usaha tambang. Antara lain dari 79 IUP Tambang Eksplorasi/Studi Kelayakan, hanya 7 yang memiliki IPPKH. Sekitar 72 usaha tambang disinyalir tidak memiliki IPPKH. Adapun Tambang Ekploitasi (produksi), diindikasi 3 IUP tidak memiliki IPPKH.
“Pemerintah Provinsi Papua perlu membentuk Tim Evaluasi yang terdiri dari OPD, Akademisi, Organisasi Masyarakat Sipil dan perwakilam Masyarakat Adat untuk mengevaluasi seluruh izin-izin pertambangan, perkebunan sawit, dan kehutanan di seluruh wilayah Provinsi Papua,” pungkasnya. (Ara)