Jayawijaya Jadi Tuan Rumah Festival Film Papua Ke-IV

Wamena (KT) – Kabupaten Jayawijaya akan menjadi tuan rumah Pelaksanaan Festival Film Papua (FFP) Ke-IV yang sedianya akan dilaksankan pada tanggal 6-9 agustus 2020 dibawah bendera Papuan Voice.

Ketua Panitia, Rizal Lany saat ditemui di Wamena, pelaksanaan FFP Ke-IV 2020 akan membawa Tema Merajut Kembali Budaya Papua Untuk Keadilan dan Perdamaian.
“Tema tahun ini FFP IV di Wamena Merajut Kembali Budaya Papua Untuk Keadilan dan Perdamaian tema ini kita angkat karena melihat situasi di Papua lebih khusus di Wamena,” kata Rizal.
Menurutnya, tema ini harus diangkat khususnya pada pelaksanaan FFP Ke-IV Tahun 2020, karena saat ini kebanyakan orang dan khususnya masyarakat yang ada di lebah sudah tidak memiliki jati diri.
“Kita lihat yang terjadi saat ini pertama kita sudah tidak punya semacam jari diri sebagai orang Balim, dimana budaya-budaya dari luar yang datang ke Wamena mempengaruhi kita punya dasar yang kuat sehingga budaya yang ada mulai tergerus,” kata Rizal.
Diakui, dalam Tema FFP KE-IV, masyarakat akan diperknalkan kebali melalui Logo Honai, Kayo atau menara pengintai dan diatas kayo ada orang pegang kamera.
Menurutnya, jika berbicara tentang Honai, secara budaya kita harus kembali ke Honai dan itu sudah diharuskan, jadi untuk memperbaiki dan belajar tentang budaya harus kembali ke Honai.
Artinya, Honai ini ada dua kata Hun dan Ai, Hun itu nenek moyang atau leluhur dan Ai itu rumah, jadi tempat untuk berkumpul, namun kini kebanyak orang mulai tinggalkan Honai.
“Untuk itu Papuan Voices mengingatkan melalui film documenter, mengangkat tema tentang budaya untuk terciptanya keadilan dan perdamaian dan lokasi belum pastikan tai akan diupayakan di gedung Ukumearek.
Sementara dana yang dibutuhkan untuk terselenggaranya kegiatan FFP Ke-IV kurang lebih 700 juta, alasanya banyak peserta yang akan hadir dalam acara ini, dimana setiap wilayah pembuat filmya kita akan tanggung semua akomodasinya oleh Panitia, belum lagi macam juri, narasumber juga panitia.
“Film ini untuk masyarakat sehingga akan melibatkan masyarakat, sekalian diskusi juga untuk membuka pandangan serta filmmaker muda di Papua untuk ada kemauan membuat film documenter karena banyak persoalan yang harus diangkat,” kata Rizal.
Diakui, untuk saat ini belum ada film yang masuk, dan untuk sekarang lebih kepada persiapan panitia dengan melakukan koordinasi dan komunikasi baik itu dengan masayarakat dan juga pemerintah serta dinas terkait.
Untuk Filmnya, akan diambil dari sejumlah tokoh dengan melihat situasi budaya yang ada saat ini.
Rizal menjelaskan, dalam pelaksanaan, FFP memilih untuk melaksankan pada bulan agustus yang bertepatan dengan FBLB sehingga tema yang diangkat juga berhubungan.
“Kita lihat FBLB selama ini tidak tahu untuk siapa, sehingga kita buat ini supaya ketika orang nonton di FBLB orang dari luar nonton festival budaya begini, dan di FBLB ini kan pagi sampai sore, sore hingga malamnya dilakukan FFP,” kata Rizal.
Sementara itu, Salah satu koordinator FFP di Wamena mengungkapkan, kegiatan FFP akan dilaksankan pada tanggal 6 hingga 9 Agustus 2020, dimana kegiatan itu akan bertepatan dengan hari masyarakat adat internasional.
Jelas Ence, rangkaian acaranya mulai dari di wilayah-wilayah dengan melakukan workshop film, juga memberikan materi pentingnya melihat budaya sehingga orang yang membuat film paham hal apa yang dari budaya apa yang bisa diangkat.
“Kenapa harus pertahankan budaya, kalau kita lihat perkembangan jaman dengan segala informasi beredar dengan cepat dan dengan itu juga budaya baru datang ke Papua. Ketika orang datang dengan sendirinya dengan budayanya sehingga berekspansi dimana lebih kuat budaya yang datang dibandingkan budaya yang ada di suatu tempat,” kata Ence.
Selain itu, saat ini secara umum kita sudah mulai melupakan budaya, dimana anak-anak mudanya lebih banyak di kota tanpa tujuan dan yang menjadi beban untuk tanggungjawab di rumah tangga kebanyakan perempuan.
Sehingga melalui kegiatan FFP di Wamena, pihaknya ingin mengadvokasikan hal baik kepada masyarakat tentang budaya.
Jelas Ence, FFP pertama sudah dilaksankan di Kabupaten Merauke pada 2017 dengan tema Manusia dan Alam Papua, dan pada tahun 2018 di Jayapura dengan Tema, Masyarakat Adat Papua di Tengah Arus Modernisasi, dan untuk tahun 2019 di laksankan di Sorong dengan tema yang dibawa, Perempuan Penjaga Tanah Papua.
Sedangkan untuk Tahun 2020 akan dilaksankan di Wamena Kabupaten Jayawijaya.
“Sudah ada 61 film yang diikutsertakan dalam FFP sejauh ini. Setiap tahun hanya menerima film baru untuk diputar dalam festival dan 99 persen karya anak Papua,” kata Ence.
Ence juga memastikan, pelaksanaan FFP Tidak bertentangan dengan kegiatan Pemerintah Jayawijaya, karena kegiatan FBLBakan dilaksankan pada pagi hari dan kegiatan FFP akan dilakukan pada sore hari.
Diakuinya, kegiatan pagi hari akan diisi dengan kegiatan Workshop bagi pemuda dan pemudi yang ada di Jayawijaya tentang mengenal budaya dan cara mempertahankannya.
“Kegiatan ini miliki potensi yang bagus dan juga secara tidak langsung dapat mendukung program pemerintah Jayawijaya. Misalnya potensi di sekitar Wamena yang masih ada wisatawan yang belum mengetahui potensi lain,” kata Ence.
Menurut Ence, kegiatan FFP adalah kegiatan yang positif serta menghibur masyarakat, karena selama ini kita ketahui di Wamena sangat minim Hiburan, sehingga melalui kegiatan FFP, tidak hanya memberikan edukasi kepada masyarakat, juga meberikan hiburan bagi seluruh masyarakat yang ada di Jayawijaya.(NP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *