JAYAPURA (KT) – Anggota DPR Yan Permenas Mandenas, memberi tanggapan tegas terhadap kartu merah Rektor Uncen Dr Ir Apolo Safanpo di Jayapura yang diberikan mahasiwanya saat demo penolakan Otsus di Uncen beberapa waktu lalu.
Kata Mandenas, Mahasiswa maupun masyarakat perlu memahami perkembangan, terkait dengan revisi (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua oleh pemerintah pusat.
“Jadi tidak ada istilah Otsus Jilid I dan Jilid II , karena UU Otsus Papua tetap berlaku sepanjang belum di cabut Secara Resmi oleh Pemerintah Pusat atau di Batalkan,” kata Mandenas, Rabu (05/8/2020).
Mandenas menjelaskan, saat ini pemerintah bersama DPRRI dalam konstrasi pembahasan Revisi UU Otsus, dengan substansi pasal-pasal tertentu yang mengatur soal Dana Otsus 2 persen dari DAU Nasional dan penguatan terhadap beberapa Pasal tertentu Agar Implementasi Otsus lebih konsisten terhadap Rakyat Papua.
Dimana, hampir 80 – 85 persen Kabupaten di Papua tidak mampu meningkatkan PAD sebagai sumber pendapatan alternative, untuk menjaga keseimbangan terhadap penerimaan daerah dari sektor Pajak sebagaimana UU Nomor 28 Tahun 2007.
“Nah inilah yang menyebabkan, tingkat ketergantungan terhadap Dana Otsus masih sanggat besar oleh Pemerintah agar semua sektor dapat di bangun lewat penerimaan APBD secara Total,” kata Mandenas.
Selain itu, kata Mandenas, ada pertanyaan, apa yang diberikan pemerintah kepada Uncen selama 20 tahun dana Otsus ini dikucurkan ke Papua? sementara, Uncen sebagai kampus tertua yang telah melahirkan Draf RUU Otsus sebelum menjadi UU.
“Uncen di kritik habis oleh kelompok masyarakat yang kontra dengan Otsus, tapi nyatanya selama Otsus Uncen hanya jadi Bemper saja, ” tegasnya.
Sehingga, Mandenas menyarankan agar aksi demo itu tidak tepat di tujukan kepada Uncen, tapi langsung kepada Kepala Daerah.
“Jadi kalau mau Demo nanti Demo saja ke Kepala daerah di Papua dari Provinsi sampai Kab/ Kota, minta pertanggung Jawaban
Alokasi Dana Otsus Selama 20 Tahun Dikemanakan agar jangan jadikan Uncen sebagai sasaran,” tegasnya.
Ia menilai suara Kelompok Masyarakat Papua TOLAK OTSUS sudah sanggat baik. Namun, akan lebih elegan, jika hal tersebut, disampaikan lewat dialog terbatas dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
“Jangan frontal, bisa lewat dialog terbatas, agar pemerintah terus melakukan perbaikan, terhadap pendekatan Pembangunan di Papua yg belum menyentuh sasaran Orang Asli Papua,” jelasnya.
Karena, lanjut Mandenas, karena selama kurang lebih 20 Tahun Otsus berlangsung di Papua, hanya menciptkan Raja-Raja Kecil di Papua.
” Sehingga kalau Rakyat Papua Tolak Otsus maka Rakyat Papua perlu juga meminta Pertangung Jawaban Para Kepala Daerah di Papua terhadap pengunaan Dana Otsus selama ini, Karena Bupati dan Walikota di Papua Mayoritas Adalah Orang Asli Papua,”jelas Mandenas. (TA)