DPRP Soroti Hutang Disorda Rp 32 Miliar Dan Kebutuhan Alat Radiologi RSUD Dok II Dalam RAPBD Perubahan TA 2022 Pemprov Papua

Wakil Ketua Komisi V DPRP, Jack Komboy

JAYAPURA (KT) – Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua menyoroti hutang dinas olahraga dan pemuda (Disorda) Pemerintah Provinsi Papua yang mencapai Rp 32 Miliar serta kebutuhan alat Radiologi bagi Rumah Sakit Dok II dalam penyusunan rencana APBD Perubahan Pemerintah Provinsi Papua.

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi V DPRP, Jack Komboy kepada wartawan usai rapat koordinasi terkait rencana APBD Perubahan di hotel Suni, Abepura, Jayapura, Jumat (5/8/2022).

Menurutnya, hutang dinas olahraga dan pemuda (Disorda) Pemprov Papua terkait pembangunan stadion softball untuk pekan olahraga nasional yang belum lama ini dilaksanakan. Hutang ini menjadi hutang yang berulang-ulang terus dan menjadi rujukan dari BPK dan juga dari Inspektorat.

Oleh karena itu, DPRP berharap agar pembayaran hutang ini tidak ditunda lagi.
“Saya berharap di (APBD) perubahan ini harus diselesaikan semua hutang-hutang itu supaya di perubahan besok kita sudah melihat hal yang lain lagi,” ujarnya.

Ia mengatakan, inilah penyebabnya pihak dewan bertemu dengan Disorda karena hutang yang belum terbayar dan ada kebutuhan-kebutuhan lain namun lebih kepada kebutuhan operasional di dalam Disorda. Akan tetapi, dewan memfokuskan bagaimana menyelesaikan hutang-hutang Disorda.

Selain hutang Disorda, politisi dari fraksi Gabungan Keadilan Nurani ini juga menyoroti kebutuhan alat CT-Scan dan mesin pemindaian radiologi yang menggunakan magnet atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) RSUD Dok II.

Kebutuhan RSUD Dok II ini, imbuhnya, dapat menjadi catatan penting dan diperhatikan Pemerintah Provinsi Papua karena RSUD Dok II adalah rumah sakit nomor satu di Papua. Dan rumah sakit ini adalah rumah sakit rujukan utama Pemerintah Provinsi dan berada di belakang kantor Gubernur.

“Karena biasanya rujukan ke Jayapura itu terhadap dua alat ini. Jadi itu harus disiapkan. Di dalam perubahan kalau boleh itu dimasukan sehingga operasional rumah sakit tetap jalan, pelayanan terhadap kebutuhan MRI dan CT-Scan ini bisa ada di rumah sakit,” terangnya.

Hari ini, lanjutnya, RSUD Dok II telah menjadi Badan Usaha Milik Daerah sehingga dewan berharap perubahan ini dapat dimaksimalkan sebaik mungkin sehingga dapat menjadi sumber pemasukan bagi pemerintah provinsi serta dapat memenuhi kebutuhan biaya untuk biaya operasional rumah sakit.

“Kami berharap itu dipertahankan terus, kami harap Direktur segera menyelesaikan permasalahan yang kemarin itu, sampai mogok dan lain-lain. Jadi kami melihat ya simpel saja, (RSUD) Abe bisa menjalankan itu dan baik-baik saja dan Dok Dua juga bisa menjalankan itu. Jadi saya harap ini bisa dikoordinasikan, dibicarakan karena ini punya struktur yang sama. Sama-sama rumah sakit provinsi baik (RSUD) abepura maupun Dok Dua,” pungkasnya.

Jack Komboy mengatakan permasalahan RSUD Dok II merupakan imbas dari kurangnya anggaran karena adanya perubahan Undang-Undang nomor 2 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus. Dimana, perubahan ini membuat semua dana Otsus telah dikembalikan ke Kabupaten/Kota. Sehingga perubahan ini berimbas pada biaya operasional rumah sakit, terutama rumah sakit Dok II.

“Jadi kita menyarankan kepada pak Direktur untuk bagaimana menjalankan sesuai dengan apa yang sudah ada hari ini. Operasional rumah sakit harus berjalan, yang terpenting adalah pelayanan. Pelayanan kepada masyarakat yang penting,” ujar Jack Komboy. (rico)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *