JAYAPURA, (KT)- Menjelang masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, sejumlah tokoh masyarakat di Kabupaten Keerom, Papua, menegaskan penolakan mereka terhadap praktik politik identitas yang dinilai masih digunakan oleh beberapa pihak dalam upaya memenangkan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Papua. Tokoh-tokoh ini menyoroti pentingnya kampanye yang fokus pada program kerja, bukan pada isu kesukuan atau agama.
Ketua Dewan Adat Keerom, Jakobus Mekawa, menyampaikan kekecewaannya terhadap penggunaan isu kesukuan dan agama untuk meraih simpati masyarakat menjelang Pilgub. “Sebagai umat beriman, kita seharusnya tunduk pada ajaran yang mengedepankan keadilan dan kebersamaan. Sangat tidak etis jika agama atau organisasi digunakan untuk mendukung kandidat tertentu,” ungkapnya di Keerom.
Jakobus menekankan bahwa pihak-pihak yang berkepentingan dalam Pilgub Papua seharusnya lebih memprioritaskan penyampaian visi dan misi untuk pembangunan Papua, bukan latar belakang etnis atau agama. Ia juga mengajak seluruh pihak untuk bersikap dewasa dalam berpolitik, mengikuti proses demokrasi yang telah sesuai dengan aturan, dan tidak membodohi masyarakat dengan isu-isu SARA.
“Setiap orang Papua berhak mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Semua kandidat di Pilgub ini adalah putra dan putri asli Papua, dan hal itu sudah diatur dalam Undang-undang Otonomi Khusus Papua,” ujar Jakobus. “Saya tidak setuju jika ada pihak yang mengklaim sebagai pemilik tanah dan merasa harus dipilih,” lanjutnya.
Senada dengan itu, Ketua Himpunan Keluarga Jawa Madura (HKJM) Kabupaten Keerom, Qomarudin, juga mengimbau agar segala bentuk perpecahan yang mungkin timbul akibat politik identitas dihindari dalam Pilgub Papua. Menurutnya, semua kandidat yang bertarung saat ini merupakan putra terbaik Papua, sehingga tidak perlu mempersoalkan isu-isu kesukuan dan agama.
“Kami, masyarakat HKJM Keerom, mengajak seluruh warga untuk menolak politik identitas. Papua saat ini adalah milik seluruh masyarakat yang telah lahir dan besar di sini, termasuk mereka yang berasal dari keluarga transmigrasi seperti kami,” kata Qomarudin.
Qomarudin menyatakan bahwa sebagai putra dari keluarga transmigrasi, ia merasa Papua adalah kampung halamannya dan memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah ini. Ia mengajak semua masyarakat untuk melakukan demokrasi dengan baik dan tanpa pengkotak-kotakan antara asli Papua dan non-Papua.
“Kami, masyarakat non-Papua yang sudah turun-temurun hidup di tanah ini, ingin turut membangun Papua. Mari kita wujudkan demokrasi yang sehat tanpa adanya sekat antar etnis,” tutupnya. (TIM)