Tanah Papua, (KT)-Pemerintah Indonesia kini bangga setelah Presiden Prabowo Subianto meresmikan produksi Smelter Emas PTFI di Gresik pada Senin (17 Maret 2025). Keberadaan smelter ini menandai era baru pengolahan logam di dalam negeri, memberikan nilai tambah bagi ekonomi nasional.
Namun, di sisi lain, masyarakat di pesisir Mimika justru semakin menderita akibat pembuangan tailing dari aktivitas tambang Freeport. Dua fakta yang kontradiktif ini menjadi ironi yang perlu segera mendapat solusi.
Smelter Freeport: Kebanggaan Nasional
Dalam peresmian smelter di Gresik, Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia tidak lagi ingin menjual bahan mentah dengan harga murah, melainkan mengolahnya sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa Smelter Gresik akan mengolah 3 juta ton konsentrat menjadi 50 ton emas per tahun. Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menambahkan bahwa pada tahun 2025 ini smelter sudah siap memproduksi 32 ton emas, sebelum meningkat menjadi 50 ton mulai tahun depan.
Keberadaan smelter ini jelas membawa dampak ekonomi besar bagi Jawa Timur, menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan industri hilir berbasis mineral.
Tailing Freeport: Bencana Ekologis di Mimika
Di tengah gegap gempita peresmian smelter, masyarakat di pesisir Mimika masih menghadapi dampak lingkungan dari pembuangan limbah tailing.
Riset Lepemawi (Lembaga Peduli Masyarakat Wilayah Mimika Timur Jauh) pada 2017 mencatat bahwa enam sungai telah hilang akibat sedimentasi tailing. Beberapa sungai yang tertutup dan tidak lagi dapat digunakan masyarakat antara lain:
Sungai Yamaima
Sungai Ajikwa/Wanogong
Sungai Kopi
Sungai Nipah
Akibatnya, masyarakat kehilangan jalur transportasi utama, akses berburu, serta sumber pangan lokal. Mereka kini harus menghadapi ombak laut yang berbahaya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Fenomena Jutaan Ikan Mati
Di sekitar tanggul Freeport, jutaan ikan mendadak mati di area tanggul timur—pusat pembuangan limbah tailing. Kementerian KKP dalam laporan Pulbaket menyatakan bahwa sungai yang tertutup akibat tailing menghambat migrasi ikan ke air tawar, menyebabkan kematian massal.
Namun, Freeport berkilah bahwa kejadian tersebut merupakan fenomena alam, bukan akibat limbah mereka.
Dampak Kesehatan yang Mengkhawatirkan
Limbah tailing juga membawa dampak kesehatan bagi masyarakat, terutama di wilayah pembuangan limbah. Amatus, seorang warga adat dari Kampung Pasir Hitam, mengungkapkan bahwa anak-anak di kampungnya mengalami berbagai penyakit misterius, seperti:
Sakit kepala mendadak
Penyakit kulit
Sesak napas
Kaki dan tangan kram
Hilangnya nafsu makan
Warga kesulitan mendapatkan air bersih, sehingga mereka terpaksa mengandalkan air hujan atau melakukan perjalanan jauh ke kota untuk mendapatkan air layak konsumsi.
Transportasi Lumpuh Akibat Pendangkalan Sungai
Tailing yang dibuang sembarangan telah mendangkalkan sungai dan laut, menyebabkan:
Perahu warga sering kandas
Warga harus mendorong perahu hingga 5-6 jam
Kapal Perintis Sabuk Nusantara 114 batal melayani rute Agats-Jita-Pomako akibat pendangkalan
Kasus serupa juga terjadi di Kokonao beberapa tahun lalu, menunjukkan pola dampak lingkungan yang terus berulang tanpa solusi nyata.
Penutup: Masyarakat Mimika Butuh Solusi Nyata
Kontradiksi antara kemajuan industri di Gresik dan penderitaan akibat tailing di Mimika harus segera disikapi. Jika Smelter Freeport membawa manfaat ekonomi bagi Jawa Timur, maka masyarakat Mimika juga berhak mendapatkan kompensasi dan solusi nyata atas dampak buruk yang mereka alami.
Pemerintah dan Freeport harus segera memenuhi kebutuhan masyarakat di Distrik Mimika Timur Jauh, Jita, dan Agimuga, termasuk:
Penyediaan air bersih
Pembangunan rumah singgah bagi warga terdampak
Penyediaan kapal hovercraft untuk mengatasi pendangkalan sungai
Pengerukan alur kapal perintis di depan Pulau Tiga, Mimika
Evaluasi dan perbaikan pola pembuangan tailing
Jangan sampai masyarakat Mimika hanya menerima dampak negatif tanpa merasakan manfaat dari kekayaan alam mereka sendiri. Pembangunan yang adil adalah pembangunan yang tidak mengorbankan satu pihak demi kemajuan pihak lain.