JAYAPURA (KT) – Pemerintah Kabupaten Yahukimo akan menempuh langkah hukum lanjutan terhadap Keputusan PTUN Jayapura terkait perintah pencabutan SK Nomor 289 tentang pengangkatan dan pengukuhan kepala kampung di Kabupaten Yahukimo Periode 2021-2027 tertanggal 15 Oktober 2021.
Langkah hukum ke PTTUN ini, sebagai upaya Pemerintah Yahukimo untuk membuktikan bahwasanya SK 147 bukan lah SK sah yang teregistrasi dalam lembaran daerah, dimana soal SK tersebut juga telah disampaikan langsung kepada kepada Mendagri termasuk Biro Hukum Kemendagri.
“Kami menghargai indepensi para hakim yang sudah memutuskan perkara itu, namun masih ada upaya hukum selanjutnya di tingkat PT TUN hingga ke tingkat kasasi,” kata Didimus,
kepada wartawan, Sabtu (30/7/2022).
Disini Didimus menjelaskan asal muasal SK 147 itu diterbitkan saat masa jabatan mantan Bupati belum berakhir oleh Kepala Bagian Pemerintahan Paulus Pahabol dan kepala DPMK Yosep Bayage pada saat itu, dengan tanggal penetapan SK 25 Maret 2021. Dimana, merujuk UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa disebutkan masa jabatan kepala kampung/desa berlaku selama 6 tahun, artinya SK 75 masa berlakunya TMTnya sampai 30 April tahun 2021.
Dari acuan tersebut Didimus menegaskan, dalam satu pemerintahan yang sama SK yang satu tidak bisa mengkudeta SK yang lain. Artinya, bagaimana bisa SK 75 belum berakhir sudah muncul SK 147? yang seharusnya tunggu TMT dulu, baru SK 147 itu keluar.
Didimus mengatakan, mekanisme penerbitan SK harus dilakukan oleh kepala bagian hukum untuk diregistrasikan sebagai lembaran daerah dan selanjunya diregristasikan sebagai arsip daerah. Namun yang terjadi, penerbitaan SK 147 itu tidak sesuai aturan sehingga SK 147 dianggap prematur alias abal-abal.
“Jadi saya katakan lagi, yang sah adalah SK 75 dan SK 298, dan setelah masa TMT SK 75 berakhir, wajar dong kita lakukan pemilihan Kades untuk masa bhakti yang baru 2021 – 2027. Sehingga jika kedepan terjadi sesuatu di Kabupaten Yahukimo lantaran putusan tersebut, maka yang bertanggungjawab atas semua hal tersebut adalah mantan Kepala Bagian Pemerintahan Paulus Pahabol dan mantan Kepala Bagian DPMK, Yosep Bayage, mereka ini yang memperkeruh semua ini dan semua orang ternyata dapat tipu dari permainan ini,” ujarnya.
Disini, Didimus menilai pihak pengadilan maupun kuasa hukum terkesan dipermainkan oleh
kepentingan yang sempit atas keputusan atau SK yang abal-abal (SK 147, red), lantaran tidak menggali secara dalam keabsahan dari SK 147 tersebut.
Iapun mengungkapkan adanya dugaan kuat dibalik kepentingan politik yang diselundupkan dalam permainan hukum. Sebab, 140 orang yang mengklaim SK 147 itu bukanlah kepala desa. “Mereka tidak bisa disebut sebagai kepala desa, karena SK 147 tidak sah dan tidak teregistrasi dan tidak diakui. Saya katakan ini, karena dari Biro Hukum Setda Provinsi Papua dan di pusatpun mengakui bahwa SK 147 itu juga tidak ada,” tegas Didimus.
“Kok SK siluman itu bisa memperdaya para hakim senior dan praktisi hukum yang luar biasa itu, ini yang membuat saya sangat prihatin. Kenapa saya bilang hakim begitu? , dengan segala hormat mungkin pak Hakim, atau panitera belum menggali lebih dalam lagi untuk keabsahannya. Jadi, sebenarnya semua orang terjebak untuk SK 147 itu,” katanya.
“Jadi, begitu Mantan Bupati meninggal dunia, saya pikir perkara itu sudah selesai dan mereka bukan lagi kepala desa. ya sebutlah mereka ini masyarakat yang menggugat, mungkin persoalannya lain lagi. Namun, jika mereka mempersoalkan lagi, itu yang membuat saya berkewajiban untuk meluruskan,” ujarnya.
Didimus meyakini hakim sangat mengetahui persis perkara itu, lantaran disaat asosiasi kepala desa menggugat perkara yang sama, hakim justru memutuskan perkara dengan putusan mengambang alias tidak tegas.
Pembentukan asosiasi desa di Kabupaten Yahukimo, menurut Didimus, dilatarbelakangi kepentingan politik dari basis-basis untuk pemilu 2024 mendatang. “Lingkaran ini berupaya menciptakan opini sedemikian rupa dan melakukan pembenaran, sehingga hakim pun terjebak dalam permainan politik yang dibungkus seakan-akan itu kebenaran hukum,” katanya.
Dibagian lain, Didimus juga menyoroti anggota legislatif DPRD Kabupaten Yahukimo. Menurutnya, wakil rakyat yang saat ini sangat proaktif dengan perkara SK 147 itu, tidak menyadari bahwa sudah digiring dalam kepentingan yang sempit dengan obyek hukum yang kabur.
“Soal putusan PTUN Pemerintah dikalahkan, saya tidak pikir itu, sebab masih ada PT TUN dan kasasi. Saya hanya ingin mencerdaskan orang supaya mengerti prosedur hukum ini, agar SK itu tidak bisa saling mendahului. Jika SK itu benar, ya yang benar itu SK 75 itu,” paparnya.
Dikesempatan tersebut, Bupati kembali mengingatkan bahwasanya Pemerintah Yahukimo telah mengantongi bukti lain yang ujungnya berakhir di Komisi Yudisial. “Kami juga punya bukti lain, Jadi, ada dua persoalan yang akan kami clearkan agar betul-betul clear and clean, sehingga dia benar-benar bersih untuk semua pihak. Apalagi, ada desa yang mengaku kepada saya bahwa mereka sebenarnya sudah bosan dengan kasus itu, karena harta mereka habis, tetapi dipaksakan,” ungkap Bupati. **