Oleh : John NR Gobay Anggota DPR Papua dan Tokoh Adat Suku Mer
Permasalahan kehutanan di Papua adalah masalah besar, terkait piring makan banyak orang, yang masyarakat adat juga mau rebut, karena kayu selama ini diambil dari hutan adat mereka, bukan hanya pengusaha pemilik ijin HPH
jika pengelolaan kayu oleh masyarakat yang dianggap pemerintah dan pihak aparat terkait adalah ilegal dan merugikan negara, bagaimana dengan kayu masyarakat adat yang ditahan dan lain sebagainya.
Sama-sama hitung kerugian
Jika pemerintah menghitung kerugian negara, kerugian masyarakat adat juga harus hitung. Namun jika masyarakat adat diberikan ruang kelola, dan dibebankan kewajiban untuk membayar kewajiban kepada negara, maka kami pastikan pasti masyarakat akan membayar kewajibannya.
Di Papua untuk memberikan ruang kelola bagi masyarakat papua berdasarkan UU RI No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Provinsi Papua, Pemerintah Provinsi Papua, dengan merujuk juga kepada UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan telah membuat Perdasus No 21 Tahun 2001 yang turunannya telah dibuat Pergub No 13 Tahun 2010, Namun untuk memperkuat itu Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sampai hari ini belum mengeluarkan NSPK Pengelolaan hutan di Papua dapat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ini penyebab utamanya.
Dalam keadaan ini kebutuhan masyarakat tidak dapat dibendung maka masyarakat telah menebang pohon dan menjualnya kepada pelaku usaha kayu lokal yang kemudian dikirimkan ke luar Papua, namun karena Pemerintah lebih berpandangan bahwa yang berhak menjual keluar Papua adalah Pengusaha HPH, maka kayu-kayu yang dijual tersebut disebut Kayu Ilegal, sehingga kayu tersebut kadang di tahan oleh aparat.
Skema jual beli antara masyarakat adat pemilik hutan yang mengusahakan kayu dan pelaku usaha kayu adalah dua cara; a. jual-beli secara tunai dan dibayarkan setelah kayunya terjual diluar Papua.
Pola jual beli nya adalah kayu dijual oleh masyarakat dan pembayarannya dilakukan secara tunai,maka masyarakat dapat langsung mendapatkan uang, namun kadang juga dibayarkan setelah kayunya terjual diluar Papua. Pola ini jika kayunya ditahan, maka jelas sangat merugikan masyarakat dan pelaku usaha. Dalam situasi ini maka negara juga merasa dirugikan, artinya sama-sama rugi, namun jika kayu yang ditahan dilelang maka akan menguntungkan Pemerintah, namun yang rugi adalah Masyarakat dan Pelaku Usaha lokal non HPH.
solusi
Dengan adanya kayu ilegal maka negara merasa dirugikan disamping itu jika kayu masyarakat dan pelaku usaha ditahan maka mereka juga merasa dirugikan, maka yang adil adalah, ”Negara hitung kerugiannya dari sisi apa? Jadi hentikan sementara (izin) dan semua kayu masyarakat adat dihitung dulu. Rakyat sudah berkeringat, berusaha, dan menghasilkan, kenapa selalu dianggap ilegal. Negara ada karena ada rakyat, kalau semua dianggap ilegal, kemudian kami bertanya, Negara ada untuk siapa? Apakah untuk Pengusaha atau kah untuk Rakyat.
Permasalahan Kehutanan di Papua selama ini, jika negara merasa rugi dengan adanya kayu ilegal, masalah ini terjadi karena KLHK belum mengeluarkan NSPK untuk kepentingan ruang kelola bagi masyarakat, akibat KLHK, yang melalui UU No 41 Tahun 1999, lebih menganakemaskan Pengusaha HPH. Kami sangat berkeyakinan jika masyarakat diberikan ruang kelola maka negara tidak akan rugi karena masyarakat dan pelaku usaha non HPH di Papua pasti akan membayar kepada Negara sehingga sama-sama Negara dan Rakyat tidak akan rugi tetapi untung. ***