Kawattimur, Irjen Pol Paulus Waterpauw yang kini menjabat Kapolda Sumut mengurungkan niatnya maju sebagai calon gubernur Papua. Hal itu dikatakan Kapolri Tito Karnavian saat Rapat Dengar Pendapat Dengan Komisi III DPR RI, Kamis 13 Oktober. Namun pernyataan Kapolri itu bertolak belakang atau kontradiktif dengan kondisi di Papua, dimana, akhir-akhirnya ini pemasangan spanduk Paulus Waterpauw sebagai salah satu calon Gubernur cukup marak. Bahkan di Kota Jayapura, baliho Jenderal berbintang dua itu cukup masif, hampir ada di setiap sudut jalan. Tentu kondisi ini memunculkan sejumlah pertanyaan apa gerangan yang menjadi alasan Paulus Waterpauw mengurungkan niatnya maju menjadi salah satu calon gubernur dalam Pilkada serentak tahun 2018, sementara baliho dan spanduknya banyak bertebaran.
Disisi lain pernyataan Kapolri bahwa Kapolda Sumut itu mengurungkan niatnya menjadi salah satu calon gubernur Papua, hanya berselang beberapa hari setelah Yoris Raweyai dicopot dari pengurus teras partai Golkar. Apakah niat urung majunya Paulus sebagai Cagub Papua ada kaitannya dengan pemecatan Yorris dari struktur pengurus inti partai pohon beringin. Tentu jawabannya ada pada Sang Jenderal.
Saat di konfirmasi melalui telepon selulernya, hanya berselang beberapa saat setelah pernyataan Kapolri, orang nomor satu di jajaran Kepolisian Sumut itu belum bersedia mengangkat teleponnya.
Jika dirunut ke belakang, wacana awal pencalonan Paulus Waterpauw adalah manuver dari Yorris Raweyai saat menjabat sebagai Plt Partai Golkar Papua. Kepada wartawan 10 April lalu Yorris mengatakan, Golkar akan mengusung Paulus Waterpauw yang saat itu menjabat sebagai Kapolda Papua sebagai calon gubernur tunggal. Manuver itu menimbulkan gejolak di internal partai, pasalnya wacana pencalonan itu dianggap tidak melalui mekanisme partai, seperti dilakukannya survei guna mengukur elektabikitas seseorang yang akan diusung. Wacana itu juga seperti mengabaikan kader Golkar lain seperti Klemen Tinal yang membangun partai susah payah serta memiliki elektabilitas cukup bagus dan sedang menjabat Wagub Papua.
Dalam momentum yang sama, Yorris juga memberikan pernyataan yang langsung meyakini bahwa Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto pasti akan menjadi tersangka dalam kasus e-KTP. Meski sebenarnya pernyataan Yorris itu pada akhirnya benar adanya, namun Setya Novanto tidak tinggal diam atas semua manuver itu. Ia lantas menggunakan hak prerogratifnya sebagai Ketua Umum yakni mengganti Yorris sebagai Plt Partai Golkar Papua dan mengangkat Azis Samual sebagai penggantinya.
Sedangkan Paulus Waterpauw yang awalnya masih enggan memberikan kepastian akankah dirinya maju sebagai salah satu calon gubernur sesuai dengan yang diwacanakan Yorris, akhirnya angkat suara menyatakan maju. Pernyataan maju itu pun seolah-olah membenarkan tudingan Gubernur Lukas Enembe di Metro TV tanggal 14 Maret, bahwa dalam pelaksanaan Pilkada serentak di Papua tahun 2017, Kapolda Paulus Waterpauw tidak netral. Sehingga meminta Presiden serta Kapolri segera menggantinya.
Mabes Polri saat itu menindaklanjuti tudingan gubernur, dengan mengirim tim untuk melakukan investigasi ke Polda Papua. Situasi Papua lantas seperti bola liar. Terkesan tidak ada lagi harmonisasi antara Pemerintah Provinsi Papua dengan Polda Papua.
Tak berapa lama kemudian, Kapolri mengeluarkan surat telegram rahasia nomor ST/1034/IV/2017 pada Selasa (18/4/2017). Isinya tentang mutasi sejumlah petinggi Polri termasuk Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw. Ia lalu dipercaya dengan jabatan baru sebagai Waka Baintelkam Mabes Polri.
Sebelum pergantian dilaksanakan, Paulus melakukan safari ke sejumlah wilayah di Papua, sekaligus mengkampanyekan dirinya akan maju sebagai salah satu calon gubernur Papua. Ia juga menggelar pertemuan dengan sejumlah tokoh baik tokoh masyarakat, pemuda dan agama guna meminta dukungan.
Bahkan sesudah resmi menjabat sebagai Waka Baintelkam dan selanjutnya Kapolda Sumut, putra Papua kelahiran Fakfak itu mendaftar ke sejumlah Parpol sebagai bukti tekad serius maju menjadi calon gubernur.
Bola panas menuju suksesi Papua terus menggelinding, Gubernur Lukas Enembe dan jajarannya di Pemerintah Provinsi Papua dipanggil Bareskrim Mabes Polri untuk dimintai keterangannya terkait dugaan korupsi dana bea siswa mahasiswa Papua di Luar Negeri. Tidak diketahui berapa kerugian negara dalam kasus tersebut. Masih dalam momentum yang sama, tiba-tiba muncul foto bersama antara Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan, Irjen Paulus Waterpauw, Gubernur Lukas Enembe dan Kapolri Tito Karnavian. Foto itu mengundang berbagai interpretasi dan semua dikaitkan dengan Pilkada Gubernur Papua.
Seiring dengan berjalannya waktu, Yorris Raweyai kembali dicopot. Kali ini dari pengurus teras Partai Golkar. Setya Novanto lagi-lagi menggunakan hak prerogratifnya pasca menang praperadilan, dimana, status tersangka yang disematkan KPK kepada dirinya dalam kasus e-KTP digugurkan pengadilan. Hanya dalam hitungan hari juga pasca Yorris dicopot dari kepengurusan Golkar, Paulus Waterpauw melalui pernyataan Kapolri yang merupakan seangkatannya di Akpol tahun 1987, mengurungkan niatnya maju sebagai Cagub.
Memang belum bisa dipastikan apa penyebab Paulus yang beristrikan Roma Pasaribu itu mengurungkan niatnya maju. Semoga bukan karena dicopotnya Yorris Raweyai. Tapi jika memang ada kaitan, sangat disayangkan, Paulus yang kariernya cukup cemerlang di Kepolisian, terlalu cepat tergiur dengan alunan atau manuver politik yang menggoda dan menggiurkan karena imbalan kekuasaan, tanpa ada persiapan serta perhitungan yang baik.
Untuk terjun ke dunia politik praktis, adalah hak setiap warga negara. Tapi seyogyanya semua diperhitungkan dengan matang serta mampu membaca momentum, agar setiap melangkah bisa meminimalisir kesalahan dan tidak menimbulkan “kegaduhan” serta membingungkan masyarakat.
Terkait maraknya pemasangan baliho ataupun spanduk Paulus Waterpauw sementara di sisi lain sudah menyatakan mengurungkan niat maju sebagai salah satu cagub, lagi-lagi mengundang berbagai interpretasi. Jangan sampai hanya trik atau manuver, sebab politik itu sangat dinamis, segala sesuatu bisa berubah sebelum momentumnya tiba, dalam politik yang ada hanya kepentingan. Hanya waktu yang bisa menjawabnya Yang jelas rakyat Papua mengunginkan Pilkada aman dan damai. (Bram)
Dikirim dari iPhone saya