Kadis PU Tersangka, Fraksi Hanura lMalah Tuding Di Politisir

Jayapura, Polda Papua telah menetapkan Kepala Dinas PU dan PR Provinsi Papua sebagai tersangka atas dugaan korupsi senilai Rp 1,7 Milliar. Fraksi Partai Hanura DPR Papua malah menuding penetapan sebagai tersangka itu lebih bernuansa politis.

“Proses penetapan sebagai tersangka bisa saja, tapi mestinya harus dilakukan penyidikan dan gelar perkara dulu, kalau terbukti, yang bersangkutan harus bertanggung jawab,”ujar Ketua Fraksi Hanura DPR Papua, Yan Permenas Mandenas, Jumat 25 Mei malam kepada wartawan di Jayapura.

Namun, lanjut Yan Mandenas, dalam kasus yang dituduhkan kepada Kadias PU dan PR Papua, lebih bernuansa politik, karena prosedur yang berlaku untuk menetapkan seseorang aebagai tersangka terkesen diabaikan. “Kesannya ini dipolitisir, banyak kasus korupsi besar di Papua tapi terkeaan luput dari pemantauan aparat penegak hukum,”ujar Yan.

Bahkan, sambung Yan Mandenas, kesan adanya politisasi dalam kasus ini, ditengarai bermula dari persaingan bisnis antar aesama kontraktor yang berkompetisi memperoleh proyek tersebut.

“Mungkin lebih cenderung dikatabeakangi persaingan bisnis para pihak swasta, sehingga terjadi saling gesek,”ucapnya.

Dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat Kadis PU DJM, hasil audit 2 badan ausit negara yakni BPK dan BPKP berbeda, dimanan jika hasil audit BPK hanya menemukan kerugian nehara sekitar ratusan juta, tapi BPKP mencapai milliaran rupiah. “Seharuanya kedua lembaga dari awal berkoordinasi untuk melakukan audit, kalaupun sudah ada salah satu yang mendahului yang tetap juga aaling koordinasi, sehingga hasilnya tidak tumpang tindih seperti yang terjadi saat ini,”ujarnya.

Menurutnya, BPKP tugasnya mengaudit fisik pekerjaan, sedangkan BPK kewenangannya mengitung apakah ada timbul kerugian negara. “Ini kan saling tumpang tindih kalau sama-sama memunculkan angka kerugian yang timbul dan berbesa lagi,”terangnya.

Yan Mandenaa meminta Polisi dalam melaksanakan tugaanya harus independen, termasuk dalam meentappakn DJM sebagai tersangka. “Biar tidak memunculkan interpretasi yang berbeda-beda ditengah masyarakat, Polisi harus independen, jika tidak bisa dilanjutkan ya di SP3,”terangnya.

Mengenai status tersangka DJM, itu otoritaa Gubernur untuk menindaklanjutinya. “Senua kembali kepada kewenangan gubernur, maslaah status DJM aebagai tersangka,”tuturnya.

Anggota Komisi IV bidang infrastruktur DPR Papua, Boy Markus Dawir juga mempertanyakan adanya nilai perbedaan audit dari BPK dan BPKP. “Seharusnya tidak boleh ada tumpang tindih dari pemeriksa keuangan negara, baik BPK maupun BPKP, keduanya harus sinkron, jika memang sudah di periksa BPK, seharusnya BPKP menghormati itu sebagai sesama lembaga audit,”ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *