Jayapura – Kawattimur, Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Papua, Yan Piet Rawar, mengatakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan management PT. Freeport Indonesia tidak sesuai mekanisme dalam UU Tenaga Kerja Republ Indonesia.
Menurut Yan, proses PHK tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
“Jadi, Pemerintah Provinsi Papua telah mengeluarkan surat penegasan bagi PT. Freeport Indonesia dan perwakilan SPSI cabang Freeport menyelesaikan masalah sesuai undang-undang ketenagakerjaan,” kata Yan Piet Rawar, di Jayapura, Jumat (30/11/2018).
Dikatakan, Pemerintah Provinsi Papua tidak diam melihat masalah PHK sepihak PTFI terhadap ratusan karyawan yang terus mencari keadilan dengan melakukan demo di Papua dan Jakarta.
“Kita sudah memberikan penegasan dan mereka juga sudah menanggapi surat kami, namun mereka anggap surat itu perlu ada penegasan langsung dari Gubernur Papua,” ujar Yan.
Terkait aksi demo di kantor Gubernur Papua, kata Yan, para korban PHK PT. Freeport Indonesia ingin mendengar satu ketegasan dari Gubernur Papua. “Tentu mereka ingin mendengar langsung ketegasan dari Gubernur terkait keseriusan pemerintah memperjuangan nasib mereka,”katanya.
Selain itu, kata Rawar, proses PHK yang dilakukan perusahaan tambang milik Negara adi kuasa ini terus menambah angka pengangguran yang menjadi beban untuk pemerintah Kabupaten/Kota di Papua.
“Jadi, kami sarankan manajemen PT Freeport bisa segera menyelesaikan masalah ini dengan arif dan bijaksana,” jelasnya.
Sebelumnya, Perwakilan korban PHK PT Freeport Indonesia bersama mahasiswa melakukan aksi demo damai menyampaikan aspirasi di Kantor Gubernur Papua terkait dengan nasib 8300 pekerja korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak oleh PT. Freeport Indonesia.
“Jadi, kami datang ke Kantor Gubernur Papua untuk menyampaikan aksi mogok kerja yang sudah berlangsung selama 1 tahun 8 bulan, dan sesuai surat dari Dinas Tenaga kerja Provinsi mogok yang kami lakukan adalah sah secara undang-undang,” kata Koordinator Moker Wilayah Papua, Yosepus Talakua, kepada wartawan disela – sela demo di Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura, Senin (26/11/2018).
Massa aksi demo damai membawa sejumlah poster, kayu salib dan keranda mayat bertuliskan “Management Freeport Pembunuh 35 Buruh Mogok”, Presdir Freeport Tony Wenas Pembunuh 35 Buruh Mogok”, dan “Freeport Indonesia segera Tanggung Jawab 8300 Buruh Mogok”, meminta pemerintah provinsi Papua dalam hal ini Gubernur Papua Lukas Enembe segera mengeluarkan surat penegasan.
Menurut Talakua, sistem fourlogh (dirumahkan – red) yang dilakukan manajemen PT. Freeport Indonesia tidak ada di dalam Undang-undang Republik Indonesia, sehingga seluruh pegawai yang melakukan aksi mogok kerja yang terdiri dari karyawan PT. Freeport Indonesia, Prifatisasi dan kontraktor segera dipekerjakan kembali.
“Surat dari Disnaker Provinsi Papua menjelaskan bahwa aksi mogok kerja yang kami laksanakan adalah sah secara UU dan program fourlogh yang dilakukan manajemen PT Freeport Indonesia dimana merumahkan pekerja itu tidak di dalam UU,” katanya. (bm)