JAYAPURA (KT) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan Pemerintah Provinsi Papua dengan melibatkan DPR Papua dan MRP menggelar diskusi terbuka terkait hak ulayat tanah adat yang ada di Papua. Acara yang dikemas dalam Semi Loka Quo Vadis Pengaturan Pertahanan di Tanah Papua tersebut diharapkan adanya keterbukaan bersama dalam rangka mendukung program pencegahan korupsi khususnya penerimaan barang milik daerah di Tanah Papua.
Koordinator Wilayah VIII KPK, Adlinsyah Malik Nasution mengtakan KPK banyak mendapat masukan bahwa asset yang telah bersertifikat khususnya di tanah Papua masih di gugat oleh ulayat. Sehingga diharapkan adanya gambaran terkait seperti apa hak ulayat ini dan bagaimana keterkaitan dengan kondisi di Papua.
“Kami harap dengan kegiatan semi loka ini, kita bisa mendapat gambaran konkret terkait hak ulayat ini, agar agar kita dapat bersama-sama mengetahui bentuknya dan keterkaitan dengan perdasus 23 tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat,” katanya.
Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal mengatakan pelaksanaan Perdasus No 23 Tahun 2008 belum berjalan sebagaimana yang diharapkan bahkan belum mampu mengurangi sengketa tanah hak ulayat masyarakat adat di Papua. Sehingga pemerintah berharap perlu melaukan refleksi mengenai pelaksanaan perdasus tersebut agar dapat diindtifikasi akar persoalan dan tentunya mendapatkan solusi agar maksud Perdasus tersebut dapat tercapai.
Klemen menyebut, Perdasus 23 Tahun 2008 terlahir untuk merespon pemanfaatan tanah adat di Papua dengan berbagai dampak yang di timbulkan. Sehingga dengan diluncurkannya portal Kebijakan Satu Peta (KSP), maka mempertegas penyelesaian konflik tumpang tindih penguasaan lahan.
“Pemerintah Papua berharap bersama KPK hari ini, maka kita bisa membahas juga mengharmonisasi dan mengsinkronisasi Perdasus 23 Tahun 2008 dengan Perdasus lainnya agar mampu mengakui dan melindungi serta memberdayakan masyarakat adat secara efektif,” kata Klemen. (TA)