Papua Peringkat Tertinggi Pengaduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu se-Indonesia

Papua Peringkat Tertinggi Pengaduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu se-Indonesia

JAYAPURA (KT) – Provinsi Papua menduduki peringkat tertinggi laporan dugaan penyelenggaraan Pemilu di DKPP selama 8 tahun terakkhir. Data tersebut terhitung tahun 2012 hingga Oktober tahun 2020.

Anggota DKPP, Didik Supriyanto mengatakan secara nasional sejak 8 tahun terkahir DKPP menerima 4000 pengaduan, dimana dari sekian banyak pengaduan itu, hanya 47 persen yang dinyatakan layak sidang.

“Jadi Papua ini selalu jadi yang pertama dan secara Nasional Papua menempati urutan pertama nasional tingkat pengaduan etik Pemilu selama DKPP dibentuk,” kata Didik saat Ngobrol Etika Penyelenggara (Ngetren) Pemilu dengan Media di Papua, Sabtu (07/11/2020) malam.

Adapun data pengaduan etik Pemilu dari Papua yang diterima DKPP hingga 6 Oktober 2020, sebanyak 109 pengaduan yang disidangkan dengan 50 putusan rehabilitasi, 12 putusan teguran tertulis, 2 penyelenggara dengan putusan pemberhentian sementara dan 6 penyelenggara dengan putusan pemberhentian tetap.

“Memang untuk putusan DKPP lebih banyak kepada sanksi teguran tertulis, itu karena orientasi pelaksanaan tugas DKPP lebih kepada mengedukasi penyelenggara Pemilu, kecuali penggaran yang dilakukan memang sudah terbukti dan dilakukan berulang,” kata Didik.

Sementara untuk tahun 2020, kata Didik, Papua menempati urutan kedua setelah Sumatera Utara. Ia menjelaskan, sebagian besar pengaduan yang diterima DKPP, lebih banyak diperoleh dari Media.

“Jadi Media ini juga sebagai sarana, karena tidak sedikit pengaduan yang diterima DKPP bersumber dari media,” katanya.

Terkait dengan lambatnya tindak lanjut KPU, dalam hal proses pergantian antar waktu penyelenggara pasca putusan pemberhentian tetap oleh DKPP, menurut Anggota DKPP, Ida Budhiati, bahwa proses PAW tergantung dari kesiapan daftar tunggu serta kelengkapan administrasi.

“Jadi semuanya tergantung dari kesiapan administrasi anggota yang akan di PAW, seperti di Mamberamo Raya, proses PAW itu molor lantaran tidak adanya daftar tunggu, sementara KPU membutuhkan waktu untuk kembali melakukan verifikasi data peserta yang pernah mengikuti seleksi sebelumnya, dan itu membutuhkan waktu,” kata Ida. (TA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *