JAYAPURA (KT) – Belum genap sebulan dan masih dalam suasana kabut duka atas meninggalnya Wakil Gubernur Papua Almarhum Klemen Tinal, sudah banyak nama politikus maupun tokoh Papua yang bersiweran berebut untuk disanding sebagai bakal mendampingi Gubernur Papua Lukas Enembe, disisa masa jabatannya.
Banyak pihak melakukan manuver untuk mengusulkan atau menjagokan seseorang yang digadang-gadang duduk di kursi nomor 2 Papua. Mulai dari pernyataan lewat media, hingga mengatasnamakan kekuatan kelompok masyarakat adat bahkan keluarga.
Hal ini tidak salah dan sah-sah saja, namun semua proses penggantian antar waktu jabatan Wagub disisa masa jabatan 2018-2023 tentunya harus sesuai aturan perundang-undangan dan wajib diikuti.
Banyaknya nama dan kencangnya pembentukan opini untuk menjagokan nama yang diusul, tentu sangat membingungkan. Sebab hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari 9 partai Pengusung dan Pendukung yang terbentuk dalam Koalisi Partai Lukmen Jilid II menyebutkan nama calon yang akan diusulkan menggantikan Klemen Tinal.
Sikap menunggu ini dilakukan untuk menghormati Klemen Tinal dan keluarganya yang masih dalam masa berkabung, bahkan Gubernur Papua secara tertulis telah menyampaikan, pembahasan calon Wagub yang akan mendampinginya itu dilakukan setelah masa berkabung lewat 40 hari.
Pekan lalu, Koalisi Papua Bangkit Jilid II melalui Ketua Koalisi, Mathius Awoitauw didampingi Sekretarisnya, Kusmanto juga telah menyampaikan hal yang sama, menunggu 40 hari masa berkabung keluarga Tinal.
Secara tidak langsung, Mathius juga memberi ‘kode keras’ calon yang pantas untuk menduduki jabatan Wagub Papua, haruslah cocok dengan Lukas Enembe, meski tidak menjelaskan kecocokan seperti apa yang dimaksud.
“Siapapun yang menggantikan posisi Almarhum Klemen Tinal, haruslah sosok yang sejalan dan cocok dengan Gubernur Enembe,” kata Mathius, Minggu (13/07/2021) saat konfresi perss di Jayapura.
Politis Golkar
Sebelum Ketua Koalisi Papua Bangkit Jilid II mengeluarkan pendapat untuk memberikan ketenangan politik yang cenderung membuat bingung masyarakat Papua, muncul polling lima figur Politisi Golkar yang dikemas oleh situs poling online global asal Estonia, Eropa Tenggara, www.pollforall.com.
Memang, nama-nama tersebut sudah tidak asing dan sangat akrab ditelinga Politisi Papua bahkan Indonesia, tapi sekali lagi, Partai Pendukung hingga saat ini belum membahas apalagi menentukan nama calon pendamping Lukas Enembe kelak.
Internal DPD I Partai Golkar Papua sendiri juga belum mengeluarkan nama secara resmi, sebab Partai itu masih berkabung.
Sekertaris DPD I Partai Golkar Papua Jacob Ingratubun dengan bahasa tubuhnya mengisyaratkan ketidak tarikannya Puntuk membahas siapa pengganti alm Klemen Tinal yang akan diusulkan kepada Partai Koalisi.
Meski demikian, Jacob tidak menampik adanya beberapa kelompok masyarakat dan keluarga, yang meminta agar mempertimbangkan Fernando Yansen Tinal yang saat ini duduk di bangku DPR Papua.
Tak mau kalah mendapatkan porsi untuk maju sebagai calon Wagub, Pemuda Tabi – Saireri pun angkat bicara.
Mewakili golongan adat, Pemuda Tabi Saireri tak segan menyebutkan nama calon yang dianggap pantas menjadi sejoli dengan Lukas Enembe.
“Kami sepakat Ones Pahabol mengisi kekosongan sebagai Wakil Gubernur Papua karena beliau sangat memahami mekanisme kerja birokrasi pemerintahan karena telah mengabdi sebagai Bupati Yahukimo selama 2 periode secara berturut-turut dan selama dia memimpin Yahukimo aman,” kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Jayapura dan Aktivis Pemuda Tabi, Jack Judzoon Puraro, M.Si beberapa waktu lalu.
Saking bulatnya dukungan tersebut, Pemuda Tabi Saireri mengaku secara resmi telah melayangkan surat dukungannya kepada DPP Golkar di Jakarta, tanggal 7 Juni 2021 lalu dengan no surat : 40/BMP-Papua/2021 terkait dukungan politik dari Barisan Merah Putih kepada Ones Pahabol.
Selain pernyataan resmi lewat media, ada juga nama-nama lainnya yang sengaja disebarkan untuk mendapatkan simpati masyarakat, dan saat ini menjadi topik pembicaraan, mulai dari Ketua Hanura Provinsi Papua, Kenius Kogaya, Ketua DPD Nasdem Papua, Mathius Awoitauw, Ketua PAN Papua, Abock Busup bahkan Jhon Tabo politis senior Golkar yang saat ini menunggu dilantik menjadi Bupati Kabupaten Mambramo Raya.
Nama-nama yang bermunculkan ini kembali menggiring opini publik hingga membuat Partai Demokrat ‘gerah’.
Melalui Sekretarisnya Boy Markus Dawir menyebut semua proses itu tetap akan dibahas namun menunggu perintah Gubernur Enembe.
BMD pun mengaku telah melakukan komunikasi lisan dengan beberapa pimpinan partai, untuk selanjutnya mengagendakan pertemuan dengan Gubernur Lukas Enembe pada pekan pertama Juli mendatang.
Yang pasti, kata BMD, secara internal Demokrat belum ada pembahasan nama, meski ia sendiri tidak menepis adanya petinggi Demokrat yang secara terbuka telah menyatakan kesiapannya mendampingi Enembe.
“Kita tetap menunggu Pak Gubernur,” kata pria yang juga menjabat Sekretaris Fraksi Demokrat Papua ini.
Jabatan Estapet
Jika hari ini banyak politis Papua menacari jalan dan dukungan kemana saja, sangat wajar sebab sepeninggalnya almarhum Klemen Tinal geopolitik Papua sangat berubah, karena memberikan peluang baru bagi politisi untuk mewujudkan keinginan merebut Gubernur Papua ke depan.
Siapapun dia calon yang nantinya akan duduk berdampingan dengan Lukas Enembe secara politis sangat diuntungkan, sebab tiket untuk lanjut duduk menjadi Gubenur Papua pada Pilkada Tahun 2024 mendatang diatas kertas sangat diunggulkan alias mulus.
Pertimbangannya pun sangat jelas, sebab dengan memegang jabatan Wakil Gubernur Papua menggantikan Almarhum Klemen Tinal, maka sudah tentu akan mendongkrak popularitasnya termasuk memiliki power politik pada Pilkada 2024 nanti.
Tongkat estapet jabatan Politik ini hanya satu, semua nama-nama yang sudah ramai dibicarakan itu harus masuk sesuai aturan undang-undang yang berlaku, mulai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Papua maupun UU No. 10 Tahun 2016.
UU No. 21 Tahun 2001 pada Bagian Ketiga tentang Badan Eksekutif diatur pada pasal Pasal 12 mengatakan, yang dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur adalah Warga Negara Republik Indonesia dengan syarat pada huruf a, adalah orang asli Papua.
Aturan ditambahan lagi pasa Bagian Empat yang mengatur tentang MRP pada Pasal 20 angkat 1 huruf A menjelaskan memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPRP berdasarkan pengakuan dari suku asli di Papua asal bakal calon Gubernur dan/atau Wakil Gubernur yang bersangkutan.
Sementara pada UU nomor 10 Tahun 2016 Pasal 176 UU pasal (1) menyebutkan “ Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung.
Mengulas dari pasal ini, Lukas Enembe – Klemen Tinal pada Pilkada Tahun 2018 didukung oleh 9 partai politik masing-masing, Partai Demokrat, Partai Golkar, PKB, PKS, Nasdem, PPP, PKPI, Hanura dan PAN. Artinya, partai-partai yang tergabung dalam koalisi ini memberikan dukungannya kepada dua Putra Terbaik Papua saat itu.
Lantas apakah 9 partai politik dalam koalisi ini punya hak yang sama atau mengedepankan etika? kembali kita melihat ayat (2) dalam pasal tersebut.
“Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk dipilih dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”
Semua tau, hanya ada dua partai yang mengusulkan Lukas Enembe dan Klemen Tinal. Pasangan ini lebih kuat lagi setelah mendapat dukungan 7 partai lainnya yang saat itu memiliki kursi perwakilan di DPR Papua.
Adam Arisoy selaku Anggota KPU Papua saat dimintai tanggapannya tentang perbedaan Partai Pengusung dengan Partai Pendukung menyatakan pada dasarnya arti keduanya sama, sebab secara kesatuan partai-partai itulah yang bergabung dalam koalisi.
Namun, kata Adam, Partai Pengusung bisa juga diartikan sebagai Partai Utama yang mengusung calon, sementara Partai Pendukung adalah partai-partai lainnya yang mendukung pasangan calon untuk maju dalam pertarungan politik.
“Intinya yang mengusulkan itu adalah Partai Utama di ‘tambah’ dengan partai-partai politik lainnya yang sepakat mendukung calon pada Pilkada,” kata Adam.
Lantas, partai mana yang lebih pantas untuk mengusulkan kadernya mengisi kekosongan kursi Jabatan Wakil Gubernur Papua dua tahun kedepan? apakah secara etika politik 2 Partai pengusung Lukmen memiliki hak yang sama dengan 7 partai pendukungnya, yang tentu pada saat memulai kesepakatan berkualisi telah sepakat juga tentang berbagai hak dan kewajiban? (TA)
Ulasannya sudah bagus.
Hanya saja harus banyak memperbaharui dan memperbanyak kosa kata. Agar kalimatnya lebih nyambung.