PANIAI, (KT) – Di tengah kesulitan yang melanda Distrik Bibida, Kabupaten Paniai, secercah harapan muncul dari tindakan penuh kasih sayang Penjabat Gubernur Papua Tengah, Dr. Ribka Haluk, S.Sos., MM. Sebuah langkah yang tidak hanya menyentuh hati masyarakat pengungsi, tetapi juga mengubah nasib seorang bayi perempuan berusia enam bulan.

Kejadian ini bermula ketika lebih dari 1.883 orang warga Distrik Bibida terpaksa mengungsi ke Gereja Paroki Salib Suci di Kampung Madi, Distrik Paniai Timur. Mereka meninggalkan rumah dan tanah kelahiran mereka akibat gangguan keamanan yang terus berlanjut di daerah tersebut. Gereja menjadi tempat sementara yang menawarkan perlindungan, namun dengan fasilitas yang sangat terbatas.
Menyadari situasi yang semakin memprihatinkan, Dr. Ribka Haluk mengambil langkah cepat dengan mengajak seluruh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Papua Tengah untuk terbang ke Paniai dan melihat langsung kondisi masyarakat pengungsi. Setibanya di sana, Dr. Ribka Haluk segera berdialog dengan masyarakat dan melihat secara dekat kehidupan mereka yang penuh dengan keterbatasan.
Perhatian Gubernur tertuju pada kondisi anak-anak pengungsi yang tidur hanya beralaskan tikar di lantai dingin gereja. “Tidak boleh lama-lama masyarakat meninggalkan kampung halamannya. Apalagi di sini hanya tidur beralaskan tikar, berbahaya untuk kesehatan mereka. Bahkan di sini banyak anak-anak, pendidikannya bisa terganggu,” ujarnya dengan penuh keprihatinan.
Dalam salah satu dialognya dengan masyarakat, perhatian Gubernur tertarik pada seorang bayi mungil berusia enam bulan yang berada di gendongan ibunya. Bayi itu adalah Nina Songgonau, yang saat itu dengan manis tersenyum ketika Dr. Ribka Haluk menggendong dan mencium pipinya.
Tersentuh oleh momen tersebut, Dr. Ribka Haluk meminta izin kepada orang tua bayi itu untuk menambahkan nama “Ribka” di nama bayi tersebut. Tanpa ragu, ibu dari bayi tersebut, Lince Kobogau, mengiyakan dengan senyum lebar. Kini, bayi itu dikenal dengan nama Nina Ribka Songgonau.
“Nama bayi ini sebelumnya Nina Songgonau dan kini berubah menjadi Nina Ribka Songgonau. Sekarang, Nina Ribka Songgonau telah saya angkat menjadi putri saya,” jelas Dr. Ribka Haluk dengan senyum lebar.
Tidak hanya sekadar mengganti nama, Dr. Ribka Haluk juga berencana untuk terus menjalin komunikasi dengan kedua orang tua bayi tersebut. Ia memerintahkan stafnya untuk berkoordinasi dengan kedua orang tua Nina Ribka Songgonau dan berencana mengunjungi mereka dalam waktu dekat.
“Saya sangat bahagia bisa menjadikan salah satu putri dari Distrik Bibida menjadi putri saya. Mohon doanya agar Nina Ribka Songgonau kelak menjadi seorang gadis yang membanggakan orang tuanya,” tutup Dr. Ribka Haluk dengan penuh harap.
Di sisi lain, Lince Kobogau, ibu dari Nina Ribka Songgonau, merasakan kebahagiaan dan kebanggaan yang mendalam. Ia berharap putrinya dapat mengikuti jejak Dr. Ribka Haluk dan tumbuh menjadi seseorang yang membanggakan.
“Pastinya saya senang dan bahagia. Mohon doanya, agar Nina sehat-sehat dan bertumbuh menjadi anak yang membanggakan orang tuanya,” ujar Lince dengan mata berkaca-kaca.
Langkah yang diambil oleh Penjabat Gubernur Papua Tengah ini bukan hanya sekadar bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang terdampak, tetapi juga menjadi simbol harapan dan kasih sayang di tengah krisis yang melanda. Bagi Nina Ribka Songgonau dan keluarganya, ini adalah awal baru yang penuh dengan peluang dan harapan.