SETARA Institute: Keterlibatan TNI dalam Pengamanan Kejaksaan Langgar Konstitusi dan Supremasi Sipil

Direktur Setara Institute Hendardi

Jakarta, (KT)– Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, mengecam keras keputusan Panglima TNI yang menginstruksikan pengerahan personel militer untuk mendukung pengamanan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia. Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Telegram (ST) Panglima TNI Nomor TR/422/2025 dan ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) melalui ST berderajat kilat Nomor ST/1192/2025.

Dalam instruksi tersebut, KASAD memerintahkan pengerahan 30 personel dari Satuan Tempur dan Satuan Bantuan Tempur TNI untuk mengamankan setiap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), serta 10 personel untuk setiap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari). Hendardi menilai langkah ini bertentangan dengan Konstitusi dan peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, Kejaksaan, Pertahanan Negara, dan TNI.

“Surat Telegram ini harus segera ditarik dan dibatalkan. Tidak ada kondisi objektif yang membenarkan pengerahan satuan tempur TNI untuk mendukung pengamanan institusi penegak hukum sipil seperti Kejaksaan,” tegas Hendardi dalam keterangan pers tertulisnya.

Ia juga mengkritik Kejaksaan karena dinilai “genit” dan melampaui kewenangannya sebagai institusi sipil dengan meminta dukungan dari militer. Menurut Hendardi, langkah ini justru membuka ruang politisasi dan kolaborasi tidak sehat antara Kejaksaan dan TNI, termasuk lewat Nota Kesepahaman (MoU) tentang kerja sama di bidang penegakan hukum yang dinilainya bermuatan politis.

“Kolaborasi ini justru mencederai prinsip supremasi sipil dan supremasi hukum dalam sistem hukum pidana nasional yang seharusnya dijalankan sepenuhnya oleh institusi sipil,” tambahnya.

Lebih lanjut, Hendardi memperingatkan bahwa meningkatnya keterlibatan TNI dalam institusi penegakan hukum sipil adalah indikasi menguatnya militerisme. Ia menegaskan bahwa berdasarkan hukum yang berlaku, yurisdiksi TNI dalam penegakan hukum hanya terbatas di lingkungan militer.

“Daripada menarik TNI masuk ke dalam ranah hukum sipil, Panglima TNI seharusnya fokus pada revisi UU Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997 yang sudah tidak sesuai dengan semangat demokrasi dan supremasi sipil,” pungkasnya.

SETARA Institute mengingatkan seluruh pihak agar menjaga prinsip pemisahan militer dari ranah sipil dalam penegakan hukum, guna menjamin tata kelola negara yang demokratis dan berlandaskan hukum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *