Otsus Gagal Mengangkat Derajat Kesehatan Masyarakat Papua?

Foker LSM Papua Regio Utara menilai bahwa Pemerintah Provinsi Papua melalui dana otsus yang telah alokasikan untuk kesehatan di provinsi Papua sebesar 15% atau setara dengan Rp 463.38 Miliar telah gagal mengangkat derajat kesehatan masyarakat Papua.

Jayapura-Kawattimur, Foker LSM Papua Regio Utara menilai bahwa Pemerintah Provinsi Papua melalui dana otsus yang telah alokasikan untuk kesehatan di provinsi Papua sebesar 15% atau setara dengan Rp 463.38 Miliar telah gagal mengangkat derajat kesehatan masyarakat Papua.

Direktur Pt.PPMA-Papua selaku koordinator Regio Utara Foker LSM Papua Naomi Marasian mengungkapkan, jika dana tersebut ditambah dengan dana Otsus tahun-tahun sebelumnya, seharusnya dapat memperbaiki derajat kesehatan masyarakat Papua.

“Pemerintah Provinsi sendiri mengakui bahwa derajat kesehatan masyarakat Papua masih sangat rendah, khususnya kesehatan ibu dan anak serta penanggulangan penyakit dan penanggulangan gizi yang sangat buruk,” jelasnya kepada Wartawan di Jayapura Jumat (23/11).

Ia menjelaskan, tewasnya 71 orang di Kabupaten Asmat akibat gizi buruk menggambarkan buruknya layanan kesehatan ditengah meningkatnya dana Otsus untuk sektor kesehatan setiap tahunnya.

Bahkan menurutnya, hal tersebut semakin diperparah dengan rendahnya kedisplinan tenaga medis yang seringkali tidak berada ditempat penugasannya.

“Jadi dalam hal ini kami anggap Pemerintah Provinsi gagal mengangkat derajat kesehatan masyarakat Papua,” tegasnya.

Demikian pula halnya dengan sektor pendidikan, dana Otsus yang diterima oleh Pemerintah Provinsi Papua di tahun 2018 sebesar Rp5,58 Triliun yang sebagian alokasi penggunaannya diperuntukkan bagi sektor pendidikan sebesar 30%. Menurut Naomi seharusnya dana Otsus untuk pendidikan ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Provinsi Papua, namun faktanya di tahun 2017 partisipasi murni (APM) SD yang berumur 7-12 tahun hanya 56%.

“Ini artinya, hanya 56 anak usia sekolah SD yang masih bersekolah per 100 anak, sama halnya untuk SMP 13-15 tahun APM-nya hanya 41%,” jelasnya.

APM tersebut semakin diperburuk dengan masih tingginya angka buta huruf untuk usia produktif 15-44 tahun, yakni 26,66% pada tahun 2017. Angka tersebut telah membuktikan bahwa Otsus tidak berdampak signifikan terhadap perbaikan layanan pendidikan di Papua. (Tan).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *